Dalam Websters New
World Dictionary , gender diartikan
sebagai perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dari segi
nilai dan tingkah laku ,(Websters.1984.
hal 561 ). Dalam Womens Studies Ensyclo Pedia dijelaskan
bahwa gender adalah konsep yang
bersifat budaya ( cultural ) yang berupaya membuat perbedaan dalam hal
peran,perilaku, mental
litas ,dan kjarakteristik emosional antara laki-laki dan
perempuan yang ber-
Gender adalah suatu sifat yang
melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dekonstruksi secara sosial
dan maupun kultural. Misalnya bahwa perempuan itu dikenal lemah lembut, cantik,
emosional, atau keibuan, sementara laki - laki dianggap kuat , rasional , jantan , perkasa. Ciri dari
sifat itu sendiri merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan. Artinya ada
laki-laki yang emosional, lemah lembut, keibuan, sementara juga ada perempuan
yang kuat, rasional, perkasa. Perubahan ciri dari sifat-sifat itu dapat terjadi
dari waktu-kewaktu dan dari tempat ke tempat yang lain. ( Mansoer Fakih. 1986
).
Dalam Islam berbicara tentang
gender, sama artinya dengan berbicara sekitar hubungan wanita dan pria,sama
artinya berbicara sekitar kemitrasejajaran pria dan wanita . Sebab dalam Islam
secara prinsip hubungan kedua jenis kelamin ini adalah sejajar di hadapan Alloh
(Kholik ).
(Dr.Khoirudin
Nasution, M.A. hal 165 ).
Sejarah perbedaan gender (gender
differences) antara manusia jenis laki-laki dan perempuan terjadi melalui
proses yang sangat panjang. Oleh karena itu terbentuknya perbedaan-perbedaan
gender dikarenakan oleh banyak hal, di
antaranya dibentuk, disosialisasikan, diperkuat, bahkan dekonstruksi secara
sosial atau kultural, melalui ajaran keagamaan maupun negara. melalui proses
panjang, sosialisasi gender gender tersebut akhirnya dianggap menjadi ketentuan
tuhan, seolah-olah bersifat biologis yang tidak bisa diubah lagi, sehingga
perbedaan-perbedaan gender dianggap dan dipahami sebagai kodrat laki-laki dan
perempuan
Istilah pembangunan dipakai dalam
bermacam-macam konteks, dan sering kali dipergunakan dalam konotasi politik dan
ideologi tertentu. Ada banyak kata yang memiliki makna sama dengan kata pembangunan, sepeti misalnya perubahan
sosial, pertumbuhan, kemajuan dan modernisasi. Dari kata tersebut hanya ada
satu istilah yang memberi makna perubahan ke arah positif, yaitu perubahan
sosial. Kata pembangunan sangattergantung pada konteks siapa yang menggunakan
dan untuk kepentinagan apa. Maka uraian mengenai pengertian pembangunan akan
lebih jelas jika dilihat dari konteks grand theory yang menjadi landasan pelbagai teori
mengenai perubahan sosial.
Dalam 20 tahun terakhir, kaum
feminis liberal telah berhasil memperbaiki sikap aparat pembangunan terhadap
kaum perempuan dengan dibukanya urusan
perempuan pada semua lembaga pembangunan dengan membentuk jaringan WID, sumber
produksi pengetahuan tentang kaum perempuan dunia ketiga (Papanek,1986).
Pengetahuan cendekiawan Amerika tentang kaum
perempuan dunia ketiga diberikan oleh organisasi itu dan menjadi
prosedur diskursus bagi aparat pembangunan. Banyak konsep, data, metode, dan
berbagai teori dikembangkan kaum akademisi
dalam studi WID.
Aliran sosial yang memfokuskan
‘persoalan perempuan’ sebagai sasaran analisis pada dasarnya merupakan aliran
main stream dalam perbincangan mengenai nasib kaum perempuan. Analisis
ini berdasar pada asumsi bahwa permasalahan kaum perempuan berakar pada
rendahnya kualitas sumber daya kaum perempuan sendiri, dan hal tersebut
mengakibatkan mereka tidak mampu bersaing dengan kaum lelaki dalam masyarakat
termasuk dalam pembangunan. Bagi analisis ini, harus ada usaha untuk
menghilangkan diskriminasi yang menghalangi usaha mendidik kaum perempuan .
Moser (1989) membagi analisis
atas ketinggalan kaum perempuan ini menjadi beberapa aliran yang sebagian besar
berlandaskan pada paham modernisasi.
Pendekatan yang sangat dipengaruhi oleh modernisasi tersebut adalah
analisis ‘pengentasan kemiskinan’ (anti poverty). Dasar pemikiran
analisis ini adalah bahwa perempuan
miskin karena mereka kurang sumber
daya alam ataupun tidak produktif. Oleh karena itu, perlu diciptakan ‘proyek
peningkatan pendapatan’ bagi kaum perempuan. Paham analisis yang lain adalah
“pendekatan efisiensi” yakni pemikiran bahwa pembangunan mengalami kegagalan
karena perempuan tidak dilibatkan. Oleh karena itu pelibatan itu sendiri lebih
demi efisiensi ‘pembangunan’. Analisis seperti ini lebih memfokuskan pada kaum perempuan
dan kegiatannya lebih untuk memenuhi kebutuhan praktis kaum perempuan semata.
Melalui program global yang
dikenal dengan women in de velopment atau WID, pemikiran yang berasal
dari feminisme liberal ini mendapatkan institusinya sehingga mendominasi
wacana, pemikiran, serta bentuk-bentuk proyek yang berfokus pada perempuan di
lapangan. Tidak lupa, mekanisme global ini juga telah melahirkan ‘Para Ahli’,
konsultan, serta menjamurnya ‘ pusat studi kaum perempuan di berbagai
universitas dewasa ini
Berbeda dengan pendekatan women
in development yang pada dasarnya merupakan perspektif feminisme liberal
menghasilkan women focus project of development. Setelah WID
dilaksanakan selama satu dekade sejak dekade pertama pembangunan perempuan PBB,
ternyata berbagai program peningkatan peran perempuan dianggap gagal untuk
mengubah nasib berjuta-juta kaum perempuan dan ternyata banyak program
pembangunan mempunyai dampak berbeda bagi kaum perempuan. pada saat itu
mulailah timbul kesadaran baru bahwa pendekatan women in development
atau pendekatan peningkatan peran wanita dalam pembangunan telah gagal
membebaskan perempuan dari diskriminasi dan ketidakadilan. Atas dasar itulah
suatu pendekatan baru yang tidak menyalahkan korban ketidakadilan dan yang
terlalu memfokuskan terhadap kau perempuan mulai dikaji. Salah satu yang
dianggap menjadi persoalan terletak bukan pada kaum perempuannya, melainkan
pada ideologi yang dianut oleh baik lelaki maupun perempuan yang sangat
berpengaruh dalam kebijakan dan pelaksanaan pembangunan. akibat dari kebijakan
pembangunan yang bias gender atau buta gender, banyak program pembangunan telah
mempunyai dampak yang berbeda terhadap kaum lelaki dan terhadap kaum perempuan.
Atas dasar itulah suatu diskursus tandingan terhadap women in development
telah melahirkan yakni suatu pendekatan yang disebut sebagai gender and
development yakni suatu pendekatan yang sepenuhnya menggunakan analisis
gender
Analisis gender sebagai alat
analisis sosial konflik memusatkan perhatian pada ketidakadilan struktur yang
disebabkan oleh keyakinan gender yang mengakar dan tersembunyi di berbagai
tempat, seperti tradisi masyarakat, keyakinan keagamaan, serta kebijakan dan
perencanaan pembangunan.
Persoalannya
adalah ternyata peran gender tradisional perempuan dinilai lebih rendah
dibandingkan peran gender lelaki. Selain itu, ternyata peran gender melahirkan
masalah yang perlu di gugat, yakni “ketidakadilan “, padahal dalam Islam ada sejumlah nash yang berbicara
tentang kemitrasejajaran pria dan wanita yang dikelompokan minimal menjadi delapan
,yakni ( 1 ) Statemen umum tentang kesejajaran wanita dan pria, (2 ) asal-
usul. ( 3) amal. ( 4 ) saling kasih dan mencintai. ( 5 ) keadilan dan persamaan
. ( 6 ) jaminan sosial. ( 7 ) saling tolong menolong. ( 8 ) kesempatan
mendapatkan pendidikan. ( Fazlur Rahman. 2002 )
Adapun sebab-sebab lahirnya
bias gender dalam Islam adalah sebagai akibat dari sepuluh faktor yaitudengan
adanya penggunaan studi Islam yang parsial dan belum adaya kesadaran pentingnya
pebedaan nash,dan terdiri atas (1) normatif-universal (2) Praktis –temporal (3)
terkesan sejumlah nash memarginalkan wanita,sebagai akibat penggunaan parsial
(4) budaya-budaya muslim merasuk terhadap ajaran Islam (5) dominasi teologi
laki-laki dalam memahami Nash (6) kajian Islam dengan pendekatan agama murni
(7) generalisasi ( mengambil hukum umum ) dari kasus kusus (8) mengambil hukum
sebagai produk hukum (9) kajian Islam yang literalis dan yang ahisturis (
tekstual ) dan ( 10 ) peran
kekuasaan ( penguasa ). Bagi
manifestasi ketidak adilan yang ditimbulkan adanya asumsi gender adalah sebagai
berikut :
Pertama, terjadi marginalisasi
(kemiskinan ekonomi terhadap kaum perempuan. Meskipun tidak setiap
marginalisasi perempuan disebabkan oleh ketidakadilan gender, yang di
persoalkan dalam analisis gender adalah marginalisasi yang disebabkan oleh
perbedaan gender. Misalnya pekerjaan yang dianggap sebagai pekerjaan perempuan seperti ‘ guru taman kanak-kanak,
ataupun ,sekretaris yang dinilai lebih rendah di banding pekerjaan lelaki, dan
sering kali berpengaruh terhadap perbedaan gaji antar kedua jenis pekerjaan
tersebut.
Kedua, terjadinya
subordinasi pada salah satu jenis sex,
yang umumnya pada kaum perempuan. Dalam rumah tangga, masyarakat, maupun negara,
banyak kebijakan dibuat tanpa ‘menganggap penting’ kaum perempuan. Misalnya,
anggapan “karena perempuan toh nantinya akan ke dapur, mengapa harus sekolah
tinggi-tinggi”, adalah bentuk subordinasi yang dimaksudkan. Bentuk dan
mekanisme dari proses subordinasi tersebut dari waktu ke waktu dan dari tempat
ke tempat berbeda. Misalnya, karena anggapan bahwa perempuan itu ‘emosional’,
dia tidak tepat untuk memimpin partai atau menjadi manajer. Hal ini adalah
proses subordinasi dan diskriminasi yang disebabkan oleh gender.
Ketiga, adalah
pelabelan negatif (stereotipe) terhadap jenis kelamin tertentu, terutama
terhadap kaum perempuan dan akibat dari stereotip itu terjadi diskriminasi
serta berbagai ketidakadilan lainnya. Dalam masyarakat banyak sekali stereotip
yang dilabelkan pada kaum perempuan yang akibatnya membatasi, menyulitkan,
memiskinkan, dan merugikan kaum perempuan. Karena adanya keyakinan masyarakat
bahwa laki-laki adalah pencari nafkah (bread winner) misalnya, setiap
pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan dinilai hanya sebagai ‘tambahan’ dan
oleh karenanya perempuan boleh dibayar lebih rendah.
Ketiga, adalah
pelabelan negatif (stereotipe) terhadap jenis kelamin tertentu, terutama
terhadap kaum perempuan dan akibat dari stereotip itu terjadi diskriminasi
serta berbagai ketidakadilan lainnya. Dalam masyarakat banyak sekali stereotip
yang dilabelkan pada kaum perempuan yang akibatnya membatasi, menyulitkan,
memiskinkan, dan merugikan kaum perempuan. Karena adanya keyakinan masyarakat
bahwa laki-laki adalah pencari nafkah (bread winner) misalnya, setiap
pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan dinilai hanya sebagai ‘tambahan’ dan
oleh karenanya perempuan boleh dibayar lebih rendah.
Keempat, kekerasan (violence)terhadap
jenis kelamin tertentu, umumnya
perempuan ,
karena perbedaan gender. Kekerasan di sini mulai dari kekerasan fisik mulai
dari pemerkosaan dan pemukulan, sampai kekerasan dalam bentuk yang lebih halus
seperti pelecehan (sexual harassment) dan penciptaan ketergantungan. Banyak
sekali kekerasan terjadi yang ditimbulkan oleh adanya stereotip gender. Perbedaan
gender dan sosialisasi gender yang amat lama mengakibatkan kaum wanita secara
fisik lemah dan kaum lelaki umumnya lebih kuat. Hal itu tidak menimbulkan
masalah sepanjang lemahnya perempuan tersebut tidak mendorong lelaki boleh dan
seenaknya memukul perempuan dan memperkosa perempuan . Banyak terjadi
pemerkosaan terjadi justru bukan karena unsur kecantikan , tetapi karena kekuasaan dan karena stereotip gender yang
dilabelkan pada kaum perempuan .
Kelima, karena peran
gender perempuan adalah mengelola rumah tangga, banyak perempuan menanggung
beban kerja domestik lebih banyak dan lebih lama (burden). Dengan kata
lain, ‘peran gender’ perempuan yang menjaga dan memelihara kerapian tersebut
telah mengakibatkan tumbuhnya tradisi dan keyakinan masyarakat bahwa mereka
harus bertanggung jawab atas terlaksananya keseluruhan pekerjaan domestik.
Sosialisasi peran gender tersebut menjadikan rasa bersalah bagi perempuan jika
tidak melakukan, sementara bagi kaum lelaki, tidak saja merasa bukan tanggung
jawabnya, bahkan di banyak tradisi dilarang untuk berpartisipasi. Beban kerja
tersebut menjadi dua kali lipat terlebih lebih bagi kaum perempuan yang juga
bekerja di luar rumah. Kesemua manifestasi ketidak adilan gender tersebut diatas adalah saling berkait dan
secara dialektika saling mempengaruhi. Manifestasi ketidak adilan itu
“tersosialisasi “ kepada yang lain baik kaum lelaki maupun kaum perempuan,
secara mantap yang lambat laun yang akhirnya baik laki-laki maupun
perempuan menjadi terbiasa dan akhirnya
percaya bahwa peran gender itu seolah-olah menjadi kodrat. Lambat laun
terciptalah suatu struktur dan sistem ketidak adilan gender yang “ diterima “
dan sudah tidak lagi dirasakan adanya
sesuatu yang salah.
Analisis gender di atas memberi
perangkat teoritik untuk memahami sistem ketidakadilan gender. Kedua jenis
kelamin baik pria maupun perempuan, bisa menjadi korban dari ketidakadilan
gender tersebut. Namun, karena mayoritas yang menjadi korban ketidakadilan
gender adalah kaum perempuan, seolah-olah analisis gender hanya menjadi alat
perjuangan kaum perempuan. Analisis gender justru menjadi alat gerakan
feminisme untuk menjelaskan sistem ketidakadilan sosial. Tanpa adanya analisis
gender , gerakan feninisme akan menjadi reduksionisme yang lebih memusatkan
perhatian perubahan bagi kaum perempuan belaka. Analisis gender membantu bahwa
pokok persoalanya adalah sistem dan struktur yang tidak adil., baik laki-laki
maupun perempuan menjadi korban dan mengalami dehumanisasi karena ketidak
adilan gender tersebut , kaum perempuan mengalami dehumanisasi karena ketidak
adilan gender, sementara kaum laki-laki menjadi
dehumanisasi karena malanggengkan penindasan gender .
Analisis gender membantu
memahami bahwa pokok persoalannya adalah sistem dan struktur yang tidak adil;
baik lelaki maupun perempuan menjadi korban dan mengalami dehumanisasi karena
sistem ketidakadilan gender tersebut. Kaum perempuan mengalami dehumanisasi
karena ketidakadilan gender, sementara kaum lelaki menjadi dehumanisasi karena
melanggengkan penindasan gender.
Analisis gender ini memungkinkan
gerakan feminisme memfokuskan pada
relasi (struktur) gender serta
keluar dari pemikir
an yang
memfokuskan kepada ‘perempuan’. Dengan demikian, yang menjadi agenda utama
setiap usaha perubahan sosial tidak sekedar menjawab ‘kebutuhan praktis, atau
merubah kondisi kaum perempuan, melainkan juga menjawab
kebutuhan strategis
kaum perempuan , yak -
ni
memperjuangkan perubahan posisi kaum perempuan, termasuk konter hegemoni
dan konter discourse terhadap ideologi gender yang telah mengakar dlam
keyakinan baik kaum perempuan maupun kaum lelaki. Usaha ( empoverment ) dan perubahan
struktur gender inilah yang dike-
nal
dengan pendekatan ‘gender and development’ (GAD).
Setelah melalui perdebatan
panjang antar penganut proyek pembangunan women specific versus integrate,
dan kritik atas proyek peningkatan peran perempuan pad pemerintah nasional,
perkembangan strategi kaum feminis, terutama setelah konferensi dunia di
beijing tahun 1994, telah memasuki era yang paling krusial dari perjuangan
panjang untuk menciptakan perubahan sosial dan transformasi sosial ke arah
dunia yang berkeadilan gender. Strategi tersebut adalah memasuki proses institutionalisasi
gender dalam kebijakan negara dan perubahan sosial, yakni dimanfaatkannya
perspektif gender dalam kebijakan pembangunan dan kebijakan publik negara.
Namun demikian, usaha membangun kesadaran kritis kaum lelaki dan perempuan
untuk keadilan gender menjadi dasar dari usaha gender meinstreaming tersebut.
Dengan sendirinya upaya wanita
ini kadang-kadang menimbulkan ketegangan dengan lingkungan dan dalam diri
mereka sendiri. Namun selama 20 tahun yang lalu banyak wanita telah
membuktikan bahwa mereka siap sedia menghadapi tantangan-tantangan. Ini menjadi
kenyataan tidak saja di masyarakat
barat, melainkan juga di negara negara berkembang . Wanita harus menghadapi
hubungan gender yang timpang jika ingin menghapuskan keterbelakanhgan dan sub
ordinasi wanita, telah dibahas oleh kelompok-kelompok wanita di dunia. Hal ini
tidak erarti bahwa perbedaan-perbedaan
nasional tidak diakui adanya,yang dianggap sebagai kepentingan gender
praktis dan strategis secara prioritas-prioritas cukup berbeda-beda dari negara ke negara, dan
bahkan antar wanita dari berbagai golongan, bangsa dan latar belakang etnik.
Maka telah
terwujud konsensus di satu pihak tentang kebutuhan untuk menghadapi ketimpangan
gender secara global sambil tetap untuk
memungkinkan terdapatnya perbedaan. ( T.O Ihromi.1995.hal 21-22 ).
Pembangunan dan kebijakan yang berperspektif gender
UU Nomor 25 Tahun 2000 tentang propenas
yang memiliki komitmen untuk pemberdayaan perempuan tertuang dalam program
Rencana Induk Pembangunan Nasional ( RIPNAS ) pemberdayaan perempuan ,kepres
Nomor 163 Tahun 2000 tentantg kedudukan ,tugas,fungsi,kewenangan,susunan
organisasi ,dan Tata Kerja Mentri Negara
Inpres Nomor 9 Tahun 2000 tentang pengarus utamaan ggender dalam
Pembangunan Nasional.
Kusus tugas
pokok,fungsi,dan kewenangan Mentri Negara Pemberddayaan Perempuan diatur dalam Kepres Nomor 101 Tahun 2001
terdapat lima butir pokok tugas mentri Pemberdayaan Perempuan yaitu : Pertama
perumusan kebijakan pemerintah dibidang pemberdayaan perempuan dan peningkatan
kesejahteraan dan perlindungan anak . Kedua mengkoordinasikan dan
meningkatkanketerpaduanpenyusunan rencan,pemantauan,evaluasi terhadap program
pemberdayaan termasuk peningkatan kesejahteraan dan perlindungan anak.
Ketiga peningkatan peran serta masyarakat dibidang pemberdayaan perempuan
termasuk peningkatan kesejahteraan dan perlindungan anak untuk mewujudkan
keadilan dan kesetaraan gender serta kesejahteraan dan perlindungan anak . keempat
pengkoordinasian kegiatan instansi
pemerintah ,swasta, dan lembaga swadaya masyarakat dalam rangka pemberdayaan
perempuan termasuk peningkatan kesejahteraan dan perlindungan anak kelima penyampaian
laporan hasil evaluasi,saran dan pertimbangan dibidang tugas dan fungsinya kepada
Presiden dan
wakil Presiden.
Dalam rangka mewujudkan kesetaraan gender yang
mencakupaksesabilitas,pengakuan hak-hak orang perempuan ,peningkatan kualitas,partisipasi
serta peran maupun fungsinya dalam pembangunan segala bidang perlu ditempuh
GAD.
Strategi pemberdayaan
perempuan di segala bidang menjadi
alternatif yang harus ditempuh secepatnya. Ada tiga strategi yang perlu
ditempuh dalam rangka kesetaraan
/kesejajaran gender yaitu sebagai berikut :
Pertama melakukan
institusi guna menjamin kesetaraan dan hak dan kesempatan bagi perempuan dan
laki-laki.
Kedua mendorong
pertumbuhan ekonomi guna hukum, dan ekonomi sangat menentukan akses perempuan
terhadap berbagai sumber daya, kesempatan, pengakuan status memperbesar
kesetaraan sumber daya dan partisipasinya.
Ketiga mengambil
langkah aktif untuk mengatasi ketidaksetaraan dalam penguasaan sumber daya dan
aspirasi dalam politik praktis.
Reformasi institusi sosial,,
kemapanan, paritispasi dan memberikan peran maupun fungsi pada semua sektor
pembangunan.
Dalam hal ini perlu disertai dengan
regulasi yang mendukung sehingga ada komitmen bersama terhadap kesetaraan
gender di masyarakat barat, melainkan
juga di negara negara berkembang.
KESIMPULAN
Gender
adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang
dekonstruksi secara sosial dan maupun kultural
Dalam Islam secara prinsip hubungan kedua
jenis kelamin ini adalah sejajar di hadapan Alloh (Kholik).
Pengetahuan cendekiawan Amerika tentang
kaum perempuan dunia ketiga diberikan
oleh organisasi itu dan menjadi prosedur diskursus bagi aparat pembangunan.
Banyak konsep, data, metode, dan berbagai teori dikembangkan kaum
akademisi dalam studi WID.
pembangunan
mengalami kegagalan karena perempuan tidak dilibatkan. Oleh karena itu pelibatan
itu sendiri lebih demi efisiensi ‘pembangunan’.
Sejumlah nash yang berbicara tentang
kemitrasejajaran pria dan wanita yang dikelompokan minimal menjadi delapan
,yakni ( 1 ) Statemen umum tentang kesejajaran wanita dan pria, (2 ) asal- usul.
( 3) amal. ( 4 ) saling kasih dan mencintai. ( 5 ) keadilan dan persamaan . ( 6
) jaminan sosial. ( 7 ) saling tolong menolong. ( 8 ) kesempatan mendapatkan
pendidikan.
Adapun sebab-sebab lahirnya bias gender dalam
Islam adalah sebagai akibat dari sepuluh faktor yaitudengan adanya penggunaan
studi Islam yang parsial dan belum adaya kesadaran pentingnya pebedaan nash,dan
terdiri atas (1) normatif-universal (2) Praktis –temporal (3) terkesan sejumlah
nash memarginalkan wanita,sebagai akibat penggunaan parsial (4) budaya-budaya
muslim merasuk terhadap ajaran Islam (5) dominasi teologi laki-laki dalam
memahami Nash (6) kajian Islam dengan pendekatan agama murni (7) generalisasi (
mengambil hukum umum ) dari kasus kusus (8) mengambil hukum sebagai produk
hukum (9) kajian Islam yang literalis dan yang ahisturis ( tekstual ) dan ( 10 ) peran kekuasaan ( penguasa ). Bagi manifestasi ketidak
adilan yang ditimbulkan adanya asumsi gender adalah sebagai berikut :
Wanita harus menghadapi hubungan
gender yang timpang jika ingin menghapuskan keterbelakanhgan dan sub ordinasi
wanita, telah dibahas oleh kelompok-kelompok wanita di dunia. Hal ini tidak
erarti bahwa perbedaan-perbedaan
nasional tidak diakui adanya,yang dianggap sebagai kepentingan gender
praktis dan strategis secara prioritas-prioritas cukup berbeda-beda dari negara ke negara, dan
bahkan antar wanita dari berbagai golongan, bangsa dan latar belakang etnik.
Strategi pemberdayaan
perempuan di segala bidang menjadi
alternatif yang harus ditempuh secepatnya. Ada tiga strategi yang perlu
ditempuh dalam rangka kesetaraan
/kesejajaran gender yaitu sebagai berikut :
Pertama melakukan
institusi guna menjamin kesetaraan dan hak dan kesempatan bagi perempuan dan
laki-laki.
Kedua mendorong
pertumbuhan ekonomi guna hukum, dan ekonomi sangat menentukan akses perempuan
terhadap berbagai sumber daya, kesempatan, pengakuan status memperbesar
kesetaraan sumber daya dan partisipasinya.
Ketiga mengambil
langkah aktif untuk mengatasi ketidaksetaraan dalam penguasaan sumber daya dan
aspirasi dalam politik praktis.
Reformasi institusi sosial,,
kemapanan, paritispasi dan memberikan peran maupun fungsi pada semua sektor
pembangunan.
Dalam hal ini perlu disertai
dengan regulasi yang mendukung sehingga ada komitmen bersama terhadap
kesetaraan gender di masyarakat barat,
melainkan juga di negara negara berkembang.
DAFTARPUSTAKA
Ambar Teguh Sulistiyani, “Gender dalam Pembangunan” dalam Jurnal Interaksi “Jurnal Politik dan Manjamen Publik” Vol. 2, No. 1, Yogyakarta: Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM, 2007.
Mansour Fakih, Analisisi Gender dan Transformasi Sosial, Jogjakarta, Pustaka Pelajar, 1996
____________, Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi, Jogjakarta, Pustaka Pelajar, 2008
- Ratna Saptari, dkk, Perempuan Kerja dan Perubahan Sosial; Sebuah Pengantar Studi Perempuan, Jakarta, PT. Anem Kosong Anem, 1997
- T.O. Ihromi (Penyunting), Kajian Wanita dalam Pembangunan, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 1995
Moeljato Tjokrowinoto , Pembangunan
Delema dan Tantangan,jogyakarta,
Khoirudin
Nasution, DR. M.A , Pengantar Studi Islam Jogyakarta 2004.
Fazlur Rahman, Wanita , Jogyakarta , ACADEMIA &Tazzafa . 2002
No comments:
Post a Comment