Dalam hal
ini para 'ulama berbeda pendapat dalam memberikan pengertian tasawuf dari segi
bahasa Arab yang mereka miliki, tergantung dari segi mana para 'ulama memandang
tasawuf itu dan tergantung sejauh mana para 'ulama tahu, mengerti dan memahami
tasawuf dan jika mereka memberikan pengertian diiringi dengan kebencian
terhadap tasawuf maka biasanya pengertian yang mereka berikan terhadap
tasawufpun berkesalahan, karena dipengaruhi oleh unsur kebencian dalam hatinya
terhadap tasawuf, hal ini bisa saja terjadi karena kekurang tahuannya terhadap
tasawuf. Untuk itu mari kita simak pendapat para 'ulama tentang pengertian
tasawuf menurut bahasa.
Secara
bahasa tasawuf diartikan sebagai Sufisme (bahasa arab: تصوف ) adalah ilmu
untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihan akhlaq, membangun
dhahir dan batin, untuk memporoleh kebahagian yang abadi.
Pengertian
tasawuf dari berbagai sumber, ada beberapa pendapat tasawuf menurut
bahasa, antara lain :
a.
Tasawuf berasal dari istilah yang diserupakan dengan
"ahlus Suffah" yaitu salah satu kelompo jama'ah di zaman Rasulullah
SAW yang hidupnya gemar berdiam diri berlama-lama beribadah di Masjid dan di
sekitar Masjid.
b. Tasawuf
berasal dari kata "shafa", merupakan fi'il mabni majhul sehingga menjadi
isim mulhaq dengan huruf ya nisbah yang ditujukan sebagai julukan untuk
orang-orang yang bersih atau suci (orang-orang yang rajin mensucikan dirinya
kepada Allah).
c. Tasawuf
berasal dari kata "shaf", ditamsilkan kepada orang-orang yang berada
di shaf depan dalam sholat, maksudnya agar para sufi menjadi contoh dan suri
tauladan yang terbaik dalam mengikuti peri kehidupan Rasulullah SAW.
d. Tasawuf di
tamsilkan kepada orang-orang dari Bani Shuffah yang gemar mendirikan
tenda-tenda di tengah padang pasir tatkala kemalaman dalam musafir.
e. Tasawuf
berasal dari kata "sufi" yang artinya adalah orang suci atau orang
yang rajin mensucikan dirinya kepada Allah SWT menurut tuntunan Al-Qur'an dan
Al-Hadits. Pendapat ini yang paling populer di kalangan sufi.
f. Tasawuf
berasal dari kata "shaufanah" yaitu sebangsa buah-buahan kecil
berbulu yang banyak tumbuh di padang pasir Arab. Hal ini disebabkan karena
mereka mendapati pakaian jubah para sufi di masa itu banyak bulunya, sehingga
ditamsilkan dengan shaufanah.
g. Tasawuf
berasal dari kata "shuf" yang artinya bulu domba atau wol. Hal ini
dikarenakan para sufi di masa awal rajin memakai jubah yang terbuat dari benang
wol berbulu domba sebagai tanda kerendahan hati dan kewarokan para sufi dalam
berkehidupan di bumi Allah ini dan menghindari bermegah-megahan. Teori
etimologis yang lain menyatakan bahwa akar kata dari Sufi adalah Safa (صفا), yang berarti kemurnian. Hal ini menaruh penekanan pada Sufisme pada
kemurnian hati dan jiwa. Teori lain mengatakan bahwa tasawuf berasal dari kata
Yunani theosofie artinya ilmu ketuhanan.
h. Tasawuf
berasal dari kata "wazan tafa'ul", yaitu
"tafa'ala-yatafa'alu-tafa' 'ulan" dengan imbangannya
"tashawwafa-yatashawwafu-tashawwufan". Dalam hal ini tasawuf dapat
berkonotasi makna dengan "tashawwafa arrajulu" artinya seorang
laki-laki telah mentasawuf, maksudnya laki-laki itu telah hijrah dari kehidupan
biasa menjadi kehidupan sufi, karena biasanya orang yang telah memasuki dunia
tasawuf mereka mempunyai simbol-simbol seperti cara berpakaian yang terbuat
dari benang wol, bahkan ada yang berpakaian jubah terbuat dari goni bolang
(goni beras) sebagai bukti kesederhanaannya.
Dasar-Dasar Tasawuf
Para
pengkaji tentang tasawuf sepakat bahwasanya tasawuf berazaskan kezuhudan
sebagaimana yang diperaktekkan oleh Nabi Saw, dan sebahagian besar dari
kalangan sahabat dan tabi’in. Kezuhudan ini merupakan implementasi dari
nash-nash al-Qur’an dan Hadis-hadis Nabi Saw yang berorientasi akhirat dan
berusaha untuk menjuhkan diri dari kesenangan duniawi yang berlebihan yang
bertujuan untuk mensucikan diri, bertawakkal kepada Allah Swt, takut terhadap
ancaman-Nya, mengharap rahmat dan ampunan dari-Nya dan lain-lain.
Meskipun terjadi perbedaan makna
dari kata sufi akan tetapi jalan yang ditempuh kaum sufi berlandasakan Islam.
Diantara ayat-ayat Allah yang dijadikan landasan akan urgensi kezuhudan dalam
kehidupan dunia adalah firman Allah dalam al-Qur’an yang Artinya:
“Barang siapa yang menghendaki
keuntungan di akhirat akan kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa
yang menghendaki keuntungan di dunia kamiberikan kepadanya sebagian dari
keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat”. (Q.S
Asy-Syuura [42] : 20).
Diantara nash-nash al-Qur’an yang
mememerintahkan orang-orang beriman agar senantiasa berbekal untuk akhirat
adalah firman Allah dalam Q.S al-Hadid [57] ayat: 20
yang Artinya : “Ketahuilah, bahwa
Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan,
perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang
banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para
petani; Kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning
Kemudian menjadi hancur. dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan
dari Allah serta keridhaan-Nya. dan kehidupan dunia Ini tidak lain hanyalah
kesenangan yang menipu”.
Ayat ini menandaskan bahwa
kebanyakan manusia melaksanakan amalan-amalan yang menjauhkannya dari
amalan-amalan yang bermanfaat untuk diri dan keluarganya, sehingga mereka dapat
kita temukan menjajakan diri dalam kubangan hitamnya kesenangan dan gelapnya
hawa nafsu mulai dari
kesenangan dalam berpakaian yang indah, tempat tinggal yang megah dan segala
hal yang dapat menyenangkan hawa nafsu, berbangga-bangga dengan nasab dan
banyaknya harta serta keturunan (anak dan cucu). Akan tetapi semua hal tesebut
bersifat sementara dan dapat
menjadi penyebab utama terseretnya seseorang kedalam azab yang sangat pedih
pada hari ditegakkannya keadilan di sisi Allah, karena semua hal tersebut
hanyalah kesenangan yang melalaikan, sementara rahmat Allah hanya terarah
kepada mereka yang menjauhkan diri dari hal-hal yang melallaikan tersebut.
Ayat al-Qur’an lainnya yang
dijadikan sebagai landasan kesufian adalah ayat-ayat yang berkenaan dengan
kewajiban seorang mu’min untuk senantiasa bertawakkal dan berserah diri hanya
kepada Allah swt semata serta mencukupkan bagi dirinya cukup Allah sebagai tempat
menggantungkan segala urusan, ayat-ayat al-Qur’an yang menjelaskan hal tersebut
cukup variatif tetapi penulis mmencukupkan pada satu diantara ayat –ayat
tersebut yaitu firman Allah dalam Q.S ath-Thalaq [65] ayat : 3
yang Artinya : “Dan memberinya
rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan barangsiapa yang bertawakkal
kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah
melaksanakan urusan yang (dikehendaki) Nya. Sesungguhnya
Allah Telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu”.
Diantara ayat-ayat al-Qur’an yang menjadi landasan
munculnya kezuhudan dan menjadi jalan kesufian adalah ayat-ayat yang berbicara
tentang rasa takut kepadan Allah dan hanya berharap kepada-Nya diantaranya
adalah firman Allah dalam Q.S as-Sajadah [ ] ayat : 16 yang Artinya: “Lambung
mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan
penuh rasa takut dan harap Maksud dari perkataan Allah Swt :
“Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya” adalah bahwa mereka tidak tidur di waktu biasanya orang tidur
untuk mengerjakan shalat malam”.
No comments:
Post a Comment