Thursday 27 June 2013

GENDER DAN UPAYA PEMBANGUNAN


           Dalam Websters  New  World  Dictionary , gender  diartikan  sebagai perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dari segi nilai  dan tingkah laku ,(Websters.1984. hal 561 ). Dalam Womens  Studies   Ensyclo Pedia  dijelaskan bahwa gender adalah konsep yang  bersifat  budaya ( cultural ) yang berupaya membuat perbedaan dalam hal peran,perilaku, mental
litas ,dan kjarakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang ber-
kembag dalam masyarakat.( Hellen Tiernery. I : 53 ).
           Gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dekonstruksi secara sosial dan maupun kultural. Misalnya bahwa perempuan itu dikenal lemah lembut, cantik, emosional, atau keibuan,  sementara  laki - laki  dianggap  kuat , rasional , jantan , perkasa. Ciri dari sifat itu sendiri merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan. Artinya ada laki-laki yang emosional, lemah lembut, keibuan, sementara juga ada perempuan yang kuat, rasional, perkasa. Perubahan ciri dari sifat-sifat itu dapat terjadi dari waktu-kewaktu dan dari tempat ke tempat yang lain. ( Mansoer Fakih. 1986 ).
            Dalam Islam berbicara tentang gender, sama artinya dengan berbicara sekitar hubungan wanita dan pria,sama artinya berbicara sekitar kemitrasejajaran pria dan wanita . Sebab dalam Islam secara prinsip hubungan kedua jenis kelamin ini adalah sejajar di hadapan Alloh (Kholik ).
(Dr.Khoirudin Nasution, M.A. hal 165 ). 
           Sejarah perbedaan gender (gender differences) antara manusia jenis laki-laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu terbentuknya perbedaan-perbedaan gender dikarenakan oleh  banyak hal, di antaranya dibentuk, disosialisasikan, diperkuat, bahkan dekonstruksi secara sosial atau kultural, melalui ajaran keagamaan maupun negara. melalui proses panjang, sosialisasi gender gender tersebut akhirnya dianggap menjadi ketentuan tuhan, seolah-olah bersifat biologis yang tidak bisa diubah lagi, sehingga perbedaan-perbedaan gender dianggap dan dipahami sebagai kodrat laki-laki dan perempuan

             Istilah pembangunan dipakai dalam bermacam-macam konteks, dan sering kali dipergunakan dalam konotasi politik dan ideologi tertentu. Ada banyak kata yang memiliki makna sama dengan kata  pembangunan, sepeti misalnya perubahan sosial, pertumbuhan, kemajuan dan modernisasi. Dari kata tersebut hanya ada satu istilah yang memberi makna perubahan ke arah positif, yaitu perubahan sosial. Kata pembangunan sangattergantung pada konteks siapa yang menggunakan dan untuk kepentinagan apa. Maka uraian mengenai pengertian pembangunan akan lebih jelas jika dilihat dari konteks  grand theory  yang menjadi landasan pelbagai teori mengenai perubahan sosial.

              Dalam 20 tahun terakhir, kaum feminis liberal telah berhasil memperbaiki sikap aparat pembangunan terhadap kaum perempuan dengan  dibukanya urusan perempuan pada semua lembaga pembangunan dengan membentuk jaringan WID, sumber produksi pengetahuan tentang kaum perempuan dunia ketiga (Papanek,1986). Pengetahuan cendekiawan Amerika tentang kaum  perempuan dunia ketiga diberikan oleh organisasi itu dan menjadi prosedur diskursus bagi aparat pembangunan. Banyak konsep, data, metode, dan berbagai teori dikembangkan kaum akademisi  dalam studi WID.

              Aliran sosial yang memfokuskan ‘persoalan perempuan’ sebagai sasaran analisis pada dasarnya merupakan aliran main stream dalam perbincangan mengenai nasib kaum perempuan. Analisis ini berdasar pada asumsi bahwa permasalahan kaum perempuan berakar pada rendahnya kualitas sumber daya kaum perempuan sendiri, dan hal tersebut mengakibatkan mereka tidak mampu bersaing dengan kaum lelaki dalam masyarakat termasuk dalam pembangunan. Bagi analisis ini, harus ada usaha untuk menghilangkan diskriminasi yang menghalangi usaha mendidik kaum perempuan .

               Moser (1989) membagi analisis atas ketinggalan kaum perempuan ini menjadi beberapa aliran yang sebagian besar berlandaskan pada paham modernisasi.  Pendekatan yang sangat dipengaruhi oleh modernisasi tersebut adalah analisis ‘pengentasan kemiskinan’ (anti poverty). Dasar pemikiran analisis ini adalah bahwa perempuan  miskin karena mereka  kurang sumber daya alam ataupun tidak produktif. Oleh karena itu, perlu diciptakan ‘proyek peningkatan pendapatan’ bagi kaum perempuan. Paham analisis yang lain adalah “pendekatan efisiensi” yakni pemikiran bahwa pembangunan mengalami kegagalan karena perempuan tidak dilibatkan. Oleh karena itu pelibatan itu sendiri lebih demi efisiensi ‘pembangunan’. Analisis seperti ini lebih memfokuskan pada  kaum  perempuan dan kegiatannya lebih untuk memenuhi kebutuhan praktis kaum perempuan semata.

                Melalui program global yang dikenal dengan women in de velopment atau WID, pemikiran yang berasal dari feminisme liberal ini mendapatkan institusinya sehingga mendominasi wacana, pemikiran, serta bentuk-bentuk proyek yang berfokus pada perempuan di lapangan. Tidak lupa, mekanisme global ini juga telah melahirkan ‘Para Ahli’, konsultan, serta menjamurnya ‘ pusat studi kaum perempuan di berbagai universitas dewasa ini

                Berbeda dengan pendekatan women in development yang pada dasarnya merupakan perspektif feminisme liberal menghasilkan women focus project of development. Setelah WID dilaksanakan selama satu dekade sejak dekade pertama pembangunan perempuan PBB, ternyata berbagai program peningkatan peran perempuan dianggap gagal untuk mengubah nasib berjuta-juta kaum perempuan dan ternyata banyak program pembangunan mempunyai dampak berbeda bagi kaum perempuan. pada saat itu mulailah timbul kesadaran baru bahwa pendekatan women in development atau pendekatan peningkatan peran wanita dalam pembangunan telah gagal membebaskan perempuan dari diskriminasi dan ketidakadilan. Atas dasar itulah suatu pendekatan baru yang tidak menyalahkan korban ketidakadilan dan yang terlalu memfokuskan terhadap kau perempuan mulai dikaji. Salah satu yang dianggap menjadi persoalan terletak bukan pada kaum perempuannya, melainkan pada ideologi yang dianut oleh baik lelaki maupun perempuan yang sangat berpengaruh dalam kebijakan dan pelaksanaan pembangunan. akibat dari kebijakan pembangunan yang bias gender atau buta gender, banyak program pembangunan telah mempunyai dampak yang berbeda terhadap kaum lelaki dan terhadap kaum perempuan. Atas dasar itulah suatu diskursus tandingan terhadap women in development telah melahirkan yakni suatu pendekatan yang disebut sebagai gender and development yakni suatu pendekatan yang sepenuhnya menggunakan analisis gender

                Analisis gender sebagai alat analisis sosial konflik memusatkan perhatian pada ketidakadilan struktur yang disebabkan oleh keyakinan gender yang mengakar dan tersembunyi di berbagai tempat, seperti tradisi masyarakat, keyakinan keagamaan, serta kebijakan dan perencanaan pembangunan.
Persoalannya adalah ternyata peran gender tradisional perempuan dinilai lebih rendah dibandingkan peran gender lelaki. Selain itu, ternyata peran gender melahirkan masalah yang perlu di gugat, yakni “ketidakadilan “, padahal dalam  Islam ada sejumlah nash yang berbicara tentang kemitrasejajaran pria dan wanita yang dikelompokan minimal menjadi delapan ,yakni ( 1 ) Statemen umum tentang kesejajaran wanita dan pria, (2 ) asal- usul. ( 3) amal. ( 4 ) saling kasih dan mencintai. ( 5 ) keadilan dan persamaan . ( 6 ) jaminan sosial. ( 7 ) saling tolong menolong. ( 8 ) kesempatan mendapatkan pendidikan. ( Fazlur Rahman. 2002 )
                Adapun sebab-sebab lahirnya bias gender dalam Islam adalah sebagai akibat dari sepuluh faktor yaitudengan adanya penggunaan studi Islam yang parsial dan belum adaya kesadaran pentingnya pebedaan nash,dan terdiri atas (1) normatif-universal (2) Praktis –temporal (3) terkesan sejumlah nash memarginalkan wanita,sebagai akibat penggunaan parsial (4) budaya-budaya muslim merasuk terhadap ajaran Islam (5) dominasi teologi laki-laki dalam memahami Nash (6) kajian Islam dengan pendekatan agama murni (7) generalisasi ( mengambil hukum umum ) dari kasus kusus (8) mengambil hukum sebagai produk hukum (9) kajian Islam yang literalis dan yang ahisturis ( tekstual )  dan ( 10 ) peran kekuasaan       ( penguasa ). Bagi manifestasi ketidak adilan yang ditimbulkan adanya asumsi gender adalah sebagai berikut :

                Pertama, terjadi marginalisasi (kemiskinan ekonomi terhadap kaum perempuan. Meskipun tidak setiap marginalisasi perempuan disebabkan oleh ketidakadilan gender, yang di persoalkan dalam analisis gender adalah marginalisasi yang disebabkan oleh perbedaan gender. Misalnya pekerjaan yang dianggap sebagai pekerjaan  perempuan seperti ‘ guru taman kanak-kanak, ataupun ,sekretaris yang dinilai lebih rendah di banding pekerjaan lelaki, dan sering kali berpengaruh terhadap perbedaan gaji antar kedua jenis pekerjaan tersebut.

                 Kedua, terjadinya subordinasi pada  salah satu jenis sex, yang umumnya pada kaum perempuan. Dalam rumah tangga, masyarakat, maupun negara, banyak kebijakan dibuat tanpa ‘menganggap penting’ kaum perempuan. Misalnya, anggapan “karena perempuan toh nantinya akan ke dapur, mengapa harus sekolah tinggi-tinggi”, adalah bentuk subordinasi yang dimaksudkan. Bentuk dan mekanisme dari proses subordinasi tersebut dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat berbeda. Misalnya, karena anggapan bahwa perempuan itu ‘emosional’, dia tidak tepat untuk memimpin partai atau menjadi manajer. Hal ini adalah proses subordinasi dan diskriminasi yang disebabkan oleh gender.


                 Ketiga, adalah pelabelan negatif (stereotipe) terhadap jenis kelamin tertentu, terutama terhadap kaum perempuan dan akibat dari stereotip itu terjadi diskriminasi serta berbagai ketidakadilan lainnya. Dalam masyarakat banyak sekali stereotip yang dilabelkan pada kaum perempuan yang akibatnya membatasi, menyulitkan, memiskinkan, dan merugikan kaum perempuan. Karena adanya keyakinan masyarakat bahwa laki-laki adalah pencari nafkah (bread winner) misalnya, setiap pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan dinilai hanya sebagai ‘tambahan’ dan oleh karenanya perempuan boleh dibayar lebih rendah.


                  Ketiga, adalah pelabelan negatif (stereotipe) terhadap jenis kelamin tertentu, terutama terhadap kaum perempuan dan akibat dari stereotip itu terjadi diskriminasi serta berbagai ketidakadilan lainnya. Dalam masyarakat banyak sekali stereotip yang dilabelkan pada kaum perempuan yang akibatnya membatasi, menyulitkan, memiskinkan, dan merugikan kaum perempuan. Karena adanya keyakinan masyarakat bahwa laki-laki adalah pencari nafkah (bread winner) misalnya, setiap pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan dinilai hanya sebagai ‘tambahan’ dan oleh karenanya perempuan boleh dibayar lebih rendah.

                  Keempat, kekerasan (violence)terhadap jenis kelamin tertentu, umumnya
perempuan , karena perbedaan gender. Kekerasan di sini mulai dari kekerasan fisik mulai dari pemerkosaan dan pemukulan, sampai kekerasan dalam bentuk yang lebih halus seperti pelecehan (sexual harassment) dan penciptaan ketergantungan. Banyak sekali kekerasan terjadi yang ditimbulkan oleh adanya stereotip gender. Perbedaan gender dan sosialisasi gender yang amat lama mengakibatkan kaum wanita secara fisik lemah dan kaum lelaki umumnya lebih kuat. Hal itu tidak menimbulkan masalah sepanjang lemahnya perempuan tersebut tidak mendorong lelaki boleh dan seenaknya memukul perempuan dan memperkosa perempuan . Banyak terjadi pemerkosaan terjadi justru bukan karena unsur kecantikan , tetapi karena  kekuasaan dan karena stereotip gender yang dilabelkan pada kaum perempuan .

                 Kelima, karena peran gender perempuan adalah mengelola rumah tangga, banyak perempuan menanggung beban kerja domestik lebih banyak dan lebih lama (burden). Dengan kata lain, ‘peran gender’ perempuan yang menjaga dan memelihara kerapian tersebut telah mengakibatkan tumbuhnya tradisi dan keyakinan masyarakat bahwa mereka harus bertanggung jawab atas terlaksananya keseluruhan pekerjaan domestik. Sosialisasi peran gender tersebut menjadikan rasa bersalah bagi perempuan jika tidak melakukan, sementara bagi kaum lelaki, tidak saja merasa bukan tanggung jawabnya, bahkan di banyak tradisi dilarang untuk berpartisipasi. Beban kerja tersebut menjadi dua kali lipat terlebih lebih bagi kaum perempuan yang juga bekerja di luar rumah. Kesemua manifestasi ketidak adilan gender  tersebut diatas adalah saling berkait dan secara dialektika saling mempengaruhi. Manifestasi ketidak adilan itu “tersosialisasi “ kepada yang lain baik kaum lelaki maupun kaum perempuan, secara mantap yang lambat laun yang akhirnya baik laki-laki maupun perempuan  menjadi terbiasa dan akhirnya percaya bahwa peran gender itu seolah-olah menjadi kodrat. Lambat laun terciptalah suatu struktur dan sistem ketidak adilan gender yang “ diterima “ dan sudah tidak lagi dirasakan  adanya sesuatu yang salah.

                Analisis gender di atas memberi perangkat teoritik untuk memahami sistem ketidakadilan gender. Kedua jenis kelamin baik pria maupun perempuan, bisa menjadi korban dari ketidakadilan gender tersebut. Namun, karena mayoritas yang menjadi korban ketidakadilan gender adalah kaum perempuan, seolah-olah analisis gender hanya menjadi alat perjuangan kaum perempuan. Analisis gender justru menjadi alat gerakan feminisme untuk menjelaskan sistem ketidakadilan sosial. Tanpa adanya analisis gender , gerakan feninisme akan menjadi reduksionisme yang lebih memusatkan perhatian perubahan bagi kaum perempuan belaka. Analisis gender membantu bahwa pokok persoalanya adalah sistem dan struktur yang tidak adil., baik laki-laki maupun perempuan menjadi korban dan mengalami dehumanisasi karena ketidak adilan gender tersebut , kaum perempuan mengalami dehumanisasi karena       ketidak adilan gender, sementara kaum laki-laki menjadi  dehumanisasi karena malanggengkan penindasan  gender .  

               Analisis gender membantu memahami bahwa pokok persoalannya adalah sistem dan struktur yang tidak adil; baik lelaki maupun perempuan menjadi korban dan mengalami dehumanisasi karena sistem ketidakadilan gender tersebut. Kaum perempuan mengalami dehumanisasi karena ketidakadilan gender, sementara kaum lelaki menjadi dehumanisasi karena melanggengkan penindasan gender.

               Analisis gender ini memungkinkan gerakan feminisme memfokuskan  pada relasi  (struktur)  gender  serta  keluar  dari   pemikir
an yang memfokuskan kepada ‘perempuan’. Dengan demikian, yang menjadi agenda utama setiap usaha perubahan sosial tidak sekedar menjawab ‘kebutuhan praktis, atau merubah kondisi kaum perempuan, melainkan  juga  menjawab  kebutuhan  strategis   kaum  perempuan , yak -
ni memperjuangkan perubahan posisi kaum perempuan, termasuk konter hegemoni dan konter discourse terhadap ideologi gender yang telah mengakar dlam keyakinan baik kaum perempuan maupun kaum lelaki. Usaha  ( empoverment )  dan  perubahan  struktur  gender  inilah yang dike-
nal dengan pendekatan ‘gender and development’ (GAD).

                Setelah melalui perdebatan panjang antar penganut proyek pembangunan women specific versus integrate, dan kritik atas proyek peningkatan peran perempuan pad pemerintah nasional, perkembangan strategi kaum feminis, terutama setelah konferensi dunia di beijing tahun 1994, telah memasuki era yang paling krusial dari perjuangan panjang untuk menciptakan perubahan sosial dan transformasi sosial ke arah dunia yang berkeadilan gender. Strategi tersebut adalah memasuki proses institutionalisasi gender dalam kebijakan negara dan perubahan sosial, yakni dimanfaatkannya perspektif gender dalam kebijakan pembangunan dan kebijakan publik negara. Namun demikian, usaha membangun kesadaran kritis kaum lelaki dan perempuan untuk keadilan gender menjadi dasar dari usaha gender meinstreaming tersebut.

                 Dengan sendirinya upaya wanita ini kadang-kadang menimbulkan ketegangan dengan lingkungan dan dalam diri mereka sendiri.  Namun selama 20  tahun yang lalu banyak wanita telah membuktikan bahwa mereka siap sedia menghadapi tantangan-tantangan. Ini menjadi kenyataan tidak saja di  masyarakat barat, melainkan juga di negara negara berkembang . Wanita harus menghadapi hubungan gender yang timpang jika ingin menghapuskan keterbelakanhgan dan sub ordinasi wanita, telah dibahas oleh kelompok-kelompok wanita di dunia. Hal ini tidak erarti bahwa perbedaan-perbedaan  nasional tidak diakui adanya,yang dianggap sebagai kepentingan gender praktis dan strategis secara prioritas-prioritas  cukup berbeda-beda dari negara ke negara, dan bahkan antar wanita dari berbagai golongan, bangsa dan latar belakang etnik.
Maka telah terwujud konsensus di satu pihak tentang kebutuhan untuk menghadapi ketimpangan gender secara global sambil  tetap untuk memungkinkan terdapatnya perbedaan. ( T.O Ihromi.1995.hal 21-22 ).

 Pembangunan dan kebijakan yang berperspektif gender

             UU Nomor 25 Tahun 2000 tentang propenas yang memiliki komitmen untuk pemberdayaan perempuan tertuang dalam program Rencana Induk Pembangunan Nasional ( RIPNAS ) pemberdayaan perempuan ,kepres Nomor 163 Tahun 2000 tentantg kedudukan ,tugas,fungsi,kewenangan,susunan organisasi ,dan Tata Kerja Mentri Negara  Inpres Nomor 9 Tahun 2000 tentang pengarus utamaan ggender dalam Pembangunan Nasional.

              Kusus tugas pokok,fungsi,dan kewenangan Mentri Negara Pemberddayaan Perempuan  diatur dalam Kepres Nomor 101 Tahun 2001 terdapat lima butir pokok tugas mentri Pemberdayaan Perempuan yaitu : Pertama perumusan kebijakan pemerintah dibidang pemberdayaan perempuan dan peningkatan kesejahteraan dan perlindungan anak . Kedua mengkoordinasikan dan meningkatkanketerpaduanpenyusunan rencan,pemantauan,evaluasi terhadap program pemberdayaan termasuk peningkatan kesejahteraan dan perlindungan anak. Ketiga peningkatan peran serta masyarakat dibidang pemberdayaan perempuan termasuk peningkatan kesejahteraan dan perlindungan anak untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender serta kesejahteraan dan perlindungan anak . keempat  pengkoordinasian kegiatan instansi pemerintah ,swasta, dan lembaga swadaya masyarakat dalam rangka pemberdayaan perempuan termasuk peningkatan kesejahteraan dan perlindungan anak kelima penyampaian laporan hasil evaluasi,saran dan pertimbangan dibidang tugas dan fungsinya kepada Presiden dan wakil Presiden.  
             Dalam rangka  mewujudkan kesetaraan gender yang mencakupaksesabilitas,pengakuan hak-hak orang perempuan ,peningkatan kualitas,partisipasi serta peran maupun fungsinya dalam pembangunan segala bidang perlu ditempuh GAD.

               Strategi pemberdayaan perempuan  di segala bidang menjadi alternatif yang harus ditempuh secepatnya. Ada tiga strategi yang perlu ditempuh  dalam rangka kesetaraan /kesejajaran gender yaitu sebagai berikut :

Pertama melakukan institusi guna menjamin kesetaraan dan hak dan kesempatan bagi perempuan dan laki-laki.  

Kedua mendorong pertumbuhan ekonomi guna hukum, dan ekonomi sangat menentukan akses perempuan terhadap berbagai sumber daya, kesempatan, pengakuan status memperbesar kesetaraan sumber daya dan partisipasinya.

Ketiga mengambil langkah aktif untuk mengatasi ketidaksetaraan dalam penguasaan sumber daya dan aspirasi dalam politik praktis.
              Reformasi institusi sosial,, kemapanan, paritispasi dan memberikan peran maupun fungsi pada semua sektor pembangunan.  
             Dalam hal ini perlu disertai dengan regulasi yang mendukung sehingga ada komitmen bersama terhadap kesetaraan gender di  masyarakat barat, melainkan juga di negara negara berkembang.


KESIMPULAN

            Gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dekonstruksi secara sosial dan maupun kultural

            Dalam Islam secara prinsip hubungan kedua jenis kelamin ini adalah sejajar di hadapan Alloh (Kholik).

            Pengetahuan cendekiawan Amerika tentang kaum  perempuan dunia ketiga diberikan oleh organisasi itu dan menjadi prosedur diskursus bagi aparat pembangunan. Banyak konsep, data, metode, dan berbagai teori dikembangkan kaum akademisi  dalam studi WID.

          pembangunan mengalami kegagalan karena perempuan tidak dilibatkan. Oleh karena itu pelibatan itu sendiri lebih demi efisiensi ‘pembangunan’.

           Sejumlah nash yang berbicara tentang kemitrasejajaran pria dan wanita yang dikelompokan minimal menjadi delapan ,yakni ( 1 ) Statemen umum tentang kesejajaran wanita dan pria, (2 ) asal- usul. ( 3) amal. ( 4 ) saling kasih dan mencintai. ( 5 ) keadilan dan persamaan . ( 6 ) jaminan sosial. ( 7 ) saling tolong menolong. ( 8 ) kesempatan mendapatkan pendidikan.

           Adapun sebab-sebab lahirnya bias gender dalam Islam adalah sebagai akibat dari sepuluh faktor yaitudengan adanya penggunaan studi Islam yang parsial dan belum adaya kesadaran pentingnya pebedaan nash,dan terdiri atas (1) normatif-universal (2) Praktis –temporal (3) terkesan sejumlah nash memarginalkan wanita,sebagai akibat penggunaan parsial (4) budaya-budaya muslim merasuk terhadap ajaran Islam (5) dominasi teologi laki-laki dalam memahami Nash (6) kajian Islam dengan pendekatan agama murni (7) generalisasi ( mengambil hukum umum ) dari kasus kusus (8) mengambil hukum sebagai produk hukum (9) kajian Islam yang literalis dan yang ahisturis ( tekstual )  dan ( 10 ) peran kekuasaan       ( penguasa ). Bagi manifestasi ketidak adilan yang ditimbulkan adanya asumsi gender adalah sebagai berikut :

              Wanita harus menghadapi hubungan gender yang timpang jika ingin menghapuskan keterbelakanhgan dan sub ordinasi wanita, telah dibahas oleh kelompok-kelompok wanita di dunia. Hal ini tidak erarti bahwa perbedaan-perbedaan  nasional tidak diakui adanya,yang dianggap sebagai kepentingan gender praktis dan strategis secara prioritas-prioritas  cukup berbeda-beda dari negara ke negara, dan bahkan antar wanita dari berbagai golongan, bangsa dan latar belakang etnik.

               Strategi pemberdayaan perempuan  di segala bidang menjadi alternatif yang harus ditempuh secepatnya. Ada tiga strategi yang perlu ditempuh  dalam rangka kesetaraan /kesejajaran gender yaitu sebagai berikut :

Pertama melakukan institusi guna menjamin kesetaraan dan hak dan kesempatan bagi perempuan dan laki-laki.  

Kedua mendorong pertumbuhan ekonomi guna hukum, dan ekonomi sangat menentukan akses perempuan terhadap berbagai sumber daya, kesempatan, pengakuan status memperbesar kesetaraan sumber daya dan partisipasinya.

Ketiga mengambil langkah aktif untuk mengatasi ketidaksetaraan dalam penguasaan sumber daya dan aspirasi dalam politik praktis.
              Reformasi institusi sosial,, kemapanan, paritispasi dan memberikan peran maupun fungsi pada semua sektor pembangunan.  
             Dalam hal ini perlu disertai dengan regulasi yang mendukung sehingga ada komitmen bersama terhadap kesetaraan gender di  masyarakat barat, melainkan juga di negara negara berkembang.

 DAFTARPUSTAKA


                  Ambar Teguh Sulistiyani, “Gender dalam Pembangunan” dalam Jurnal Interaksi “Jurnal Politik dan Manjamen Publik” Vol. 2, No. 1, Yogyakarta: Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM, 2007.

                  Mansour Fakih, Analisisi Gender dan Transformasi Sosial, Jogjakarta, Pustaka Pelajar, 1996

____________, Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi, Jogjakarta, Pustaka Pelajar, 2008

-                 Ratna Saptari, dkk, Perempuan Kerja dan Perubahan Sosial; Sebuah Pengantar Studi Perempuan, Jakarta, PT. Anem Kosong Anem, 1997

-                 T.O. Ihromi (Penyunting), Kajian Wanita dalam Pembangunan, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 1995

                   Moeljato Tjokrowinoto , Pembangunan Delema dan Tantangan,jogyakarta,

                   Khoirudin Nasution, DR. M.A , Pengantar Studi Islam Jogyakarta 2004.

                   Fazlur Rahman, Wanita , Jogyakarta , ACADEMIA &Tazzafa . 2002


No comments:

Post a Comment