A. Landasan
Ontologi Ilmu Dakwah.
Kita memandang ilmu sebagai bagian dari pengetahuan, yaitu bahwa ilmu pengetahuan memiliki ciri-ciri khas. Ciri
khas atau karakteristik pengetahuan itu keilmuan dan mencerminkan landasan-landasan
ontologi, epistimologi, aksiologi. Ontologi adalah cabang metafisika mengani realitas yang berusaha mengungkapciri-ciri segala yang ada, baik
ciri-ciri yang universal, maupun yang khusus. Ontology suatu telaah teoritis
adalah:
himpunan terstruktur yang primer dan basit dari jenis-jenis entitas yang dipakai
untuk memberikan penjelasan dalam seperti itu, jadi landasan ontology
suatu pengetahuan mengacu apa yang digarap dalam penelaahannya, dengan
kata lain apa ynag hendak diketahui melalui kegiatan penelahan itu.
Seperti disebut diatas yaitu bahwa
landasan ontology adalah menelaah apa yanghendak diketahui melalui
penelahan itu, dengan kata lain apa yang menjadi bidang telaah ilmu dakwah.
Berlainan dengan agama, maka ilmu dakwah mengatasi dirinya kepada bidang-bidang
yang bersifat empirik dan pemikiran objek ini tentunya berkaitan denganaspek kehidupan manusia, sosial,
kehidupan agama, pemikiran budaya, estetika dan filsafatyang dapat diuji atai diverifikasi. Ilmu dakwah mempelajari dan
memberikan misi yang berkaitan dengan Islam bagi kehidupan manusia.
1.Berdasarkan objek yang ditelaah, maka ilmu dakwah dapat disebut sebagai
suatuilmu pengetahuan yang sifatnya empirik maupun pemikiran.secara garis besar
ilmudakwah
mempunyai tiga asumsi mengenai objeknya. Asumsi pertama bahwa
objek-objek tertentu mempunyai
keserupaan satu sama lain, berdasarkan ini maka kita dapatmengelompokan beberapa objek dalam kegiatan yang
serupa kedalam satu golongan.Asumsi
kedua bahwa kegiatan ilmu dakwah
disamping menyampaikan misi ajaran islam juga mempelajari tingkah laku
satu objek dalamkegiatan tertentu. Asumsi ketiga bahwasuatu gejala bukan merupakan suatu kejadian yang
bersifat kebetulan, tiap gejalamempunyai
pola tertentu yang bersifat tetap dengan urutan-urutan kejadian yang
sama,disamping asumsi-asumsi tersebut dakwah sebagai ilmu atau ilmu dakwah,
mengandungdua aspek yang pokok yaitu aspek fenomental dan aspek
structural.
Aspek fenomental menunjukan ilmu dakwah yang
mengewejantahkan dalam bentuk masyarakat proses dan produk, sebagai masyarakat atau
kelompok “elit”yangdalam kehidupan kesehariannya begitu mematuhi
kaidah-kaidah ilmiah ynag menurut paradigma Mertan disebut universalisme,
komunise, disenterestedness, dan skepsisme yang teratur dan terarah sebagai proses ilmu dakwah menampakan diri sebagai
aktivitasatau
kegiatan kelompok elit dalam upayanya menggali dan mengembangkan ilmu melalui penelitian, ekspedisi, seminar, kongres dan
lain-lainnya, sedangkan sebagai produk ilmudakwah dan menghasilkan berupa teori, ajaran, paradigma, temuan-temuan
dan lainsebagainya disebar luaskan melalui karya-karya publikasi dan kemudian
diwariskankepada madsyarakat dunia.
Aspek struktural menunjukan bahwa ilmu dakwah
disebut sebagai ilmu pengetahuan
apabila didalamnya terdapat unsur-unsur sebagai berikut:1.Sasaran yang dijadikan objek untuk diketahui(Gegenstand)
.2.Objek sasaran ini terus menerus dipertanyakan
dengan suatu cara (metode) tertentutanpa mengenal titik henti. Adalah suatu
cara paradiks bahwa ilmu pengetahuanyang akan terus berkembang justru
muncul permasalahan-permasalahan baru yangmendorong terus dipertanyakan. Ada alasan mengapa Geganstand terus dipertanyakan.4.jawaban yang diperoleh
kemudian dikumpulkan dalam sebuah sistim.Disamping aspek-aspek tersebut, maka berbicara
strategi perkembangan ilmudakwah dapat dilihat kedalam beberapa hal, bahwa ilmu
dan konteks dengan sience sehingga
menimbulkan adanya gagasan baru yang actual dan relevan, sedangkan yang berpendapat
bahwa ilmu lebur dalam konteks. Tidak saja merefleksikan tetapi jugamemberi dasar pembaharuan bagi
konteks.Hal itu tidak dapat dipungkiri
bahwa kini sangat dirasakan urgensinya untuk menjelaskan dan mengarahkan
perkembangkan ilmu dakwah atas dasar context of discovery dan tidak hanya berhenti atas
dasar context of justification
3 Strategi pengembangan ilmu dakwah yang paling
tepat, kiranya adalah sebagai berikut:
1.Visi orientasi filosofiknya diletakkan pada nilai-nilai islam didalam
mengahadapimasalah-masalah yang harus dipecahkan sebagai data/fakta objektif
dalam satukesatuan
interogrative.
2.Visi dan orientasi oprasionalnya diletakkan pada dimensi sebagai berikut:
a)Tehologis dalam arti bahwa ilmu dakwah hanya sekedar sarana yang memangharus kita
pergunakan untuk mencapai suatu leleos (tujuan), yaitusebagaimana ideal kita kita untuk
mewujudkan cita-cita masyarakat ilsmai.
b)Etis dalam arti bahwa ilmu dakwah kita harus oprasionalkan untuk meningkatkan,
sebab manusia hidup dalam relasi baik dengan sesamamaupun dengan
masyarakat yang menadi ajangnya. Peningkatan kualitasmanusia harus
diintegrasikan kedalam msayarakat yang juga harusditigkatkan kualitas
strukturnya.Menurut Sukriadi Sambas, kajian ontology keilmuan ilmu dakwah yaitu
mencakuphaikat/keapaan dakwah, hakikat ilmu
dakwah itu dapat dirumuskan sebagai kumpulan pengetahuan yang berasal dari
Allah dan kemudian dikumpulkan oleh umat Islam secarasistematis dan terorganisir yang membahas interaksi
antar unsur dalam sistemmelaksanakan
kewajiban dengan maksud mempengaruhi, pemahaman yang tepatmengenai
kenyataan dakwah sehingga akan dapat diperoleh susunan ilmu yang
bermanfaat bagi tugas pedakwah dan khalifah umat Islam.
B. Ladasan
Epitimologi Ilmu Dakwah.
Pada hakikatnya gerakan dakwah islam terporos
pada amar ma’ruf nahi munkar ,ma’ruf
mempunyai arti segala perbuatan yang mendekatkan diri kepada Allah, sedangkan munkar yaitu perbuatan yang menjauhkan diri dari
Allah. Pada tataran amar ma’ruf siapapun bisa melakukannya karena kalau hanya sekedar menyuruh kepada
kebaikan itumudah dan tidak ada resiko bagi si penyuruh.
Lain halnya dengan nahi munkar, jelasmengandung konsekuensi logis dan
beresiko bagi yang melakukannya, karena mencegahkemunkaran harus sinergis dengan tindakan konkrit, nyata dan dilaklukan
atas dasar kesadaran yang tinggi
dalam rangka menegakkan kebenaran. Oleh karena itu ia harus berhadapan
secara Vis a vis dengan objek
yang melakukan tindakan kemunkaran itu.
Berangkat dari penjelasan diatas, dalam
mengembangkan dakwah islamselanjutnya, perlu kiranya dipertegas mengenai epistimologi dakwah secara
keilmuan.Rumusan disini menyangkut yang berkenaan dengan hakikat, landasan,
batas-bataskelimuannya termasuk didalamnya pengetahuan ilmiah dan persoalan ilmiah
yang dapatdiuji. Yang menjadi
batasan tegasmainstreem dasar dalam keilmuan dakwah disiniadalah dakwah sebagai kebenaran ilmu, karena
yang dibahas kajian wilayahepistimologinya.
Oleh karena itu, maka teori pengetahuan kebenarannya adalah kebenaranilmu dan bukan kebenaran agama, kebenaran ilmu
diuji sejauh mana keabsahan suatu pengetahuan
itu, dan ini memerlukan pembuktian. Hal ini diperlukan karena dataranepistimologi merupakan struktur fundamentral untuk
membangun dan megembangkandakwah islam yang pada akhir lebih
sistematis-konstruktif dalam aplikasi terapanya. Tanpa structural fundamental yang jelas, dakwah selalu diberi pegertian
konotasi dandenotasi
yang baik dan fositif. Padahal perlu secara rinci mengenai apa makna literer daridakwah itu, kalau
pengertian dakwah secara asal bahasanya itu “panggilan” lalu panggilankemana ?
atau untuk apa .
Penjelasan rinci tersebut tetap diperlukan,
karena kalau tidak dakwah hanyamernjadi prevelles bagu orang-orang tertentu,
dan dengan gaya serta jabaran tertentu pula,misalnya pelakunya dibungkus status
quo dengan sebutan da’i atau mubaligh yang serning kali masyarakat awam atau pada umumnya menempatkan apada macam
tertinggi, yaknisebagai acuan dalam berfikir dab bertindak, atau bahkan sampai
ditingkat ma’sum yang taken for
granted .
Secara umum, epistimologi adalah cabang filsafat
yang membicarakan mengenaihakikat ilmu, ilmu sabagi proses adalah usaha
pemikiran yang sistematis dan metodik untuk menemukan prinsip kebenaran yang terdapat
pada suatu objek kajian ilmu. Pertanyaan mengenai apakah objek kajian ilmu itu dan seberapa jauh tingkat
kebenaranyang bisa dipakai dalam kajian ilmu, kebenaran objektif, subjektif,
absolut dan relatif,merupakan
linkup serta medan kajian epistimologi in
general.
Secara keilmuan epistimologi mempunyai kedudukan
yang sesungguhnya jauhlebih mendasar yakni menurut landasan, batas-batas dan bahkan basis
keshohihan pengetahuan
dari akarnya sampai dengan melewati dimensi fisiknya sebagai cabang dalamfilsafat epitimologi secara khusus membahas
tentang teori ilmu pengetahuan. Istilahepistimologi
berasal dari bahasda yunani, yakni episteme dan logos diartikan sebagai pengetahuan atau kebenaran, sedangkan logos
diartikan sebagai pikiran, kata, teori. Dengan demikian
secara etimolgi dapat diartiakan pula sebagai teori pengetahuan yanglazim dalam
bahasa Indonesia disebut filsafat pengetahuan atau juga teori pengetahan.
Teori pengetahuan ini berasal dari bahasa inggris yakni theory of knowledge .Untuk menemukan bagaimana cara mendapatkan pengetahuan
ilmu dakwah itu penulis mencoba menelusurinya rancang bangun
filsafat, pengetahuan Islam sebagaimana pernah
dipetakan tradisi keilmuan tersebut oleh Muhammad ‘Abid Al-Jabiri dalamkerjanya Bunya Al-Aql Al-Arabi (1993) dan
sekaligus ini dijadikan sebagai titik tolak metodologis untuk membangun epitimologi keilmuan dakwah.
Adapun
penjelasankonkritnya
sebagai berikut: 1.Melalui cara pengetahuan bayani atau lazim disebut epitimologi bayani, bayani
(expianatory) secara etimologis mempunyai pengertian penjelasan, penjelasan perenyataan
ketetapan, sedangkan secara terminologis, bayani berarti pola pikir yang bersumber pada nash, ijma, dan
ijtihad. Epistimolgo bayani merupakan studifilosofis
terhadap struktur pengetahuan yang menempatkan teks (wahyu) sebagaikebenaran
mutlak. 2.Melalui cara pengetahuan “irfani” atau lazim disebut epistimologi irfani, irfanisecara
epistimologi irfani
(Gnosis) berarti Al-Ma’rifah, Al-Ilm, Al-hikmah. Epistimologi irfani eksistensial berpangkal pada
Zauq, gaih, atau intuisi yangmerupakan
perluasan dari pandangan illuminasi, dan yang berakar pada tradisiHemes. 3.Melalui
pengetahuan burhani, atau lazim disebut epistimologi burhani. Burhani(demontraty) secara bahasa
berarti argumentasi yang jelas, sedangkan menurutistilah (logika) berarti
aktivitas intelektual untuk menetapkan kebenaran proposisidengan metode
deduktif, yakni dengan cara mengaitkan proposisi lainnya yang bersifat
aksiomotik atau setiap aktivitas intelektual untuk menetapkan kebenaransuatu proposisi. Ketiga bentuk
epistimolgi (islam) tersebut diatas merupakan bagian teori pengetahuan
dalam aplikasi terapannya ditengah pergerumulan kajian keislaman dewasaini, termamsuk didalamnya ilmu
dakwah. Oleh karena itu ketiga bentuk epistimologi diatasdalam hubungannya
dengan dakwah (islam), pemikirannya dijelaskan secara konkrit dalamrangka menemukan dan merumuskan epistimologi
dakwah secara keilmuan konseptual. Langkah awal penulis lakukan disini
adalah mencoba merumuskan bagian-bagian runtutansecara teoritik dan kemudian
dan dijabarkan dalam bentuk aplikasi dan keilmuan dakwah(islam). Adapun urutan
teoritik sebagai berikut:
1. Sumber-sumber
ilmu dakwah, yakni meliputi nash/teks (otoritas suci), Al-Khobar dan
Al-Ijma (otoritas salaf), kemudian teoritas termasuk didalamnya alam, social,han humanitas
(dalam bentuk keislaman dikenal dengan tuhan(theosentris).Manusia (antroposentris) dan
alam(kosmosentris).
2.Metode dan proses-proses atau prosedur keilmuan dakwah,yakni ijtihadiyah,istinbathiyah, qiyas, dan abtraksi.
3.pendekatan (approach) keilmuan dakwah, yakni bahasa (lughawiyah)
Filosifis, psikologi, sosiologi, antropologi, etik, estetik, dan hal-hal
yang terkait eratdengan scientifik
atau ilmu bantu sejauh dibenarkan secara etik akademik.
4.Kerangka teoritik ilmu dakwah, yakni pola pikir deduktif yangberpangkal
padateks/nash, pola pikir induktif berdasarkan pengalaman dan kenyataan
realitas,qiyas, dan
premis logika dan silogisme
5.Fungsi dan peran akal dalam ilmu dakwah yakni akal difungsikan
sebagai pengekang hawa nafsu ataupengatur hawa nafsu dan juga sebagai alat pengukuhkan kebenaran atas
kebenaran mutlak.
6.Tipe argumentasi ilmu dakwah, yakni apologetik, dialektika (jadaly)
, dogmatic,
danekspiorasi-verifikatif.
7. Tolak ukur validitas keilmuan dakwah, yakni adapendekatan dan relasi kuasa
antarakontek sebagai relaitas, dan korespondensi yang berdasarkan data dan
fakta darikenyataan-kenyataannya.
8.Prinsip-prinsip dasar ilmu dakwah,yakni ontology deduktif dan induktif,
qiyas dan prinsip
kausalitas.
9.Kelompok ilmu-ilmu bantu dalam keilmuan dakwah, yakni filosofis,
psikologi,antropologi,
sosiolgi, sejarah peradaban kontemporer, ilmu komnukasi dan hal-halyang
berkaitan dengan prinsip-prinsip komunikasi pada umunya.
10. Hubungan subjek dan objek ilmu
dakwah yakni ada keterkaitan secara objektif dansubjektif.Secara epistimologi
menurut Syukriadi Sambas, ilmu dakwah melibatkan kajian-kajin yangmenyangkut:
1.kajian
ontologis, keilmuan dakwah (mengungkap hakikat). 2.kajian
secara epistimologimenyangkut:
a.Jeniskegiatandakwah fenomena keilmuan
dakwah (1) kegiatan tablighislami (komunakikasi penyiaran islam, bimbingan penyuluhan islam, pengembangan masyaraka
tislam).
b.Dakwah sebagai fenomena keilmuan (mengungkappara pakar yangmengkaji dakwah).
c.Sejarah pemikiran dakwah.d.Objekn kajian ilmu dakwah (1) objek material: semua aspek ajaran-ajaranislam yang
bersumber pada Al-quran dan sunnah, serta produk ijtihad (2)objek formula
mengkaji salah satu objek material, yakni kegiatan dakwahitu sendiri.
C. Landasan
Aksilogi Ilmu Dakwah.
Menurut Sambas,
aksiologi ilmu dakwah adalah:
a.Mentransformasikan dan menjadi manhaj (kaifiyah) mewujudkan ajaran islammenjadi tatanan Khoirul-Ummah.
b.Mentransformasikan iman menjadi amal sholeh jamaah.
c.Membangun dan mengembalikan tujaun hidup manusia,
meneguhkan fungsikhilafah manusia menurut Al-quran dan sunnah, oleh krena itu,
ilmu dakwahdapat dipandang sebagai perjuangan bagi ummat islam dan ilmu
rekayasa masadepan umat dan peradaban islam.
5 Dalam dimensi aksiologis dakwah ada tiga hal yang
harus dicermati dan ketiganyaakan mengandung konsekuensi yang berbeda:
1.Perlu dijernihkan terlebih dahulu pemahaman dakwah sebagai ilmu
pengetahuanatau sebagai
objek kajian atau bahkan sebuah ktivitas konkrit. Sebagai ilmu, criteriakeilmuan seperti struktur yang jelas, sistematika,
metodologi serta alur pikir yang
“maton” terargumentasikan. Sebagai objek kajian harus jelas pula sudut
tinjauanmaupun disipilin keilmuan yang dapat dijadikan alat pendekatan. Sebagai
praktik yang harus
dimiliki persyaratan tertentu dalam pelaksanaannya.
2. Kesadaran akan pluralitas sebagai keniscayaan, yang meliputi:a.Perbedaan
kebudayaan antara wilayah tertentu dengan yang lain, kurun waktutertentu dan kurun waktu yang lain.
Kondisi sosial-ekonomi tertentu dan kondisiyang lain. Histories tertentu dan
histories yang lain. b.Di dalam umat
terjadi perbedaan yang melahirkan komunitas Islam yang“bersaing”. Sunni,
Syi’I dan Khariji yang masing-masing mengklaim monopolikebenaran. Yang
terpenting dalam pendekatan dakwah adalah dilakukan dialogterus menerus dengan menjernihkan mana masalah
yang bersifat substansial.
Sehingga dakwah berarti mencegah terjadinya perselesihan besar di kalanganumat atau al-fitnah al-kubra.c.Adanya realitas bahwa diluar Islam ada komunitas
lain seperti ahli kitab, orangmusyrik
dan orang kafir. Yang dapat dilindungi (Dzimmi) atau diperangitergantung
kondisi yang ada.3.Dakwah sebagai panggilan,
ajakan dan komunikasi harus merupakan dialog bukan monolog.
Keterbukaan mejadi syarat mutlak, kesediaan untuk selaludiuji dan beradu argumen adalah syarat aksiologis yang harus ada
dalamsetiap upaya menyampaikan nilai kebenaran. Tidak terbatas hanya
pada pengertian dakwah sebagai praktik, objek kajian atau lebih sebagai
ilmu pengetahuan
DAFTAR PUSTAKA
Andi Dermawan,
dkk. (ed).“metodologi
ilmu dakwah”. Yogyakarta. Kurnia Kalam Semesta. 2002.2
.Agus Ahmad Safei“memimpin hati yang selesai”.Bandung:
Pustaka setia. 2003.
Syamsuddin RS.“ilmu dakwah islam”. Bandung.
Mustansyir,
Rizai dan Munin, Misnal.“filsafat ilmu” Pustaka
pelajar. Yogyakarta:2001.
Jujun Suriasumantri,“ilmu dalam perspektif moral dan politik”.
Jakarta:
Gramedia. 1986.6.Wihardjo, Like, ilmu:Antara
sikap dan pengetahuan.
Prisma No 3
tahun XVI maret 1987.
Achmad Charris
Zubair,“ladasan aksiologi ilmu”.Dalam
makalah intership Dosen-dosen filsafat ilmu pengetahuan se-Indonesia di
Yogyakarta, 21 September s/d 5
Oktober 1997.
Irma Fatimah
(ed), Filsafat Islam: kajian ontologis,
epistimologis, aksiologis, histories, persfektif. Lesfi. Yogyakarta. 1992
No comments:
Post a Comment