Friday 28 June 2013

Pengertian Ilmu Dakwah Dilihat Dari Segi Ontologi, Epistimologi, Dan Aksiologi


   A. Landasan Ontologi Ilmu Dakwah.

Kita memandang ilmu sebagai bagian dari pengetahuan,  yaitu bahwa ilmu pengetahuan memiliki ciri-ciri khas. Ciri khas atau karakteristik pengetahuan itu keilmuan dan mencerminkan landasan-landasan ontologi, epistimologi, aksiologi. Ontologi adalah cabang metafisika mengani realitas yang berusaha mengungkapciri-ciri segala yang ada, baik ciri-ciri yang universal, maupun yang khusus. Ontology suatu telaah teoritis adalah:
himpunan terstruktur yang primer dan basit dari jenis-jenis entitas yang dipakai untuk memberikan penjelasan dalam seperti itu, jadi landasan ontology suatu pengetahuan mengacu apa yang digarap dalam penelaahannya, dengan kata lain apa ynag hendak diketahui melalui kegiatan penelahan itu.
 Seperti disebut diatas yaitu bahwa landasan ontology adalah menelaah apa yanghendak diketahui melalui penelahan itu, dengan kata lain apa yang menjadi bidang telaah ilmu dakwah. Berlainan dengan agama, maka ilmu dakwah mengatasi dirinya kepada bidang-bidang yang bersifat empirik dan pemikiran objek ini tentunya berkaitan denganaspek kehidupan manusia, sosial, kehidupan agama, pemikiran budaya, estetika dan filsafatyang dapat diuji atai diverifikasi. Ilmu dakwah mempelajari dan memberikan misi yang berkaitan dengan Islam bagi kehidupan manusia.
1.Berdasarkan objek yang ditelaah, maka ilmu dakwah dapat disebut sebagai suatuilmu pengetahuan yang sifatnya empirik maupun pemikiran.secara garis besar ilmudakwah mempunyai tiga asumsi mengenai objeknya. Asumsi pertama bahwa objek-objek tertentu mempunyai keserupaan satu sama lain, berdasarkan ini maka kita dapatmengelompokan beberapa objek dalam kegiatan yang serupa kedalam satu golongan.Asumsi kedua bahwa kegiatan ilmu dakwah disamping menyampaikan misi ajaran islam juga mempelajari tingkah laku satu objek dalamkegiatan tertentu. Asumsi ketiga bahwasuatu gejala bukan merupakan suatu kejadian yang bersifat kebetulan, tiap gejalamempunyai pola tertentu yang bersifat tetap dengan urutan-urutan kejadian yang sama,disamping asumsi-asumsi tersebut dakwah sebagai ilmu atau ilmu dakwah, mengandungdua aspek yang pokok yaitu aspek fenomental dan aspek structural.
Aspek fenomental menunjukan ilmu dakwah yang mengewejantahkan dalam bentuk masyarakat proses dan produk, sebagai masyarakat atau kelompok “elit”yangdalam kehidupan kesehariannya begitu mematuhi kaidah-kaidah ilmiah ynag menurut paradigma Mertan disebut universalisme, komunise, disenterestedness, dan skepsisme yang teratur dan terarah sebagai proses ilmu dakwah menampakan diri sebagai aktivitasatau kegiatan kelompok elit dalam upayanya menggali dan mengembangkan ilmu melalui penelitian, ekspedisi, seminar, kongres dan lain-lainnya, sedangkan sebagai produk ilmudakwah dan menghasilkan berupa teori, ajaran, paradigma, temuan-temuan dan lainsebagainya disebar luaskan melalui karya-karya publikasi dan kemudian diwariskankepada madsyarakat dunia.
Aspek struktural menunjukan bahwa ilmu dakwah disebut sebagai ilmu pengetahuan apabila didalamnya terdapat unsur-unsur sebagai berikut:1.Sasaran yang dijadikan objek untuk diketahui(Gegenstand)
.2.Objek sasaran ini terus menerus dipertanyakan dengan suatu cara (metode) tertentutanpa mengenal titik henti. Adalah suatu cara paradiks bahwa ilmu pengetahuanyang akan terus berkembang justru muncul permasalahan-permasalahan baru yangmendorong terus dipertanyakan. Ada alasan mengapa Geganstand terus dipertanyakan.4.jawaban yang diperoleh kemudian dikumpulkan dalam sebuah sistim.Disamping aspek-aspek tersebut, maka berbicara strategi perkembangan ilmudakwah dapat dilihat kedalam beberapa hal, bahwa ilmu dan konteks dengan  sience sehingga menimbulkan adanya gagasan baru yang actual dan relevan, sedangkan yang berpendapat bahwa ilmu lebur dalam konteks. Tidak saja merefleksikan tetapi jugamemberi dasar pembaharuan bagi konteks.Hal itu tidak dapat dipungkiri bahwa kini sangat dirasakan urgensinya untuk menjelaskan dan mengarahkan perkembangkan ilmu dakwah atas dasar context of discovery dan tidak hanya berhenti atas dasar context of justification
Strategi pengembangan ilmu dakwah yang paling tepat, kiranya adalah sebagai berikut:
1.Visi orientasi filosofiknya diletakkan pada nilai-nilai islam didalam mengahadapimasalah-masalah yang harus dipecahkan sebagai data/fakta objektif dalam satukesatuan interogrative.
2.Visi dan orientasi oprasionalnya diletakkan pada dimensi sebagai     berikut:
a)Tehologis dalam arti bahwa ilmu dakwah hanya sekedar sarana yang memangharus kita pergunakan untuk mencapai suatu leleos (tujuan), yaitusebagaimana ideal kita kita untuk mewujudkan cita-cita masyarakat ilsmai. 
b)Etis dalam arti bahwa ilmu dakwah kita harus oprasionalkan untuk meningkatkan, sebab manusia hidup dalam relasi baik dengan sesamamaupun dengan masyarakat yang menadi ajangnya. Peningkatan kualitasmanusia harus diintegrasikan kedalam msayarakat yang juga harusditigkatkan kualitas strukturnya.Menurut Sukriadi Sambas, kajian ontology keilmuan ilmu dakwah yaitu mencakuphaikat/keapaan dakwah, hakikat ilmu dakwah itu dapat dirumuskan sebagai kumpulan pengetahuan yang berasal dari Allah dan kemudian dikumpulkan oleh umat Islam secarasistematis dan terorganisir yang membahas interaksi antar unsur dalam sistemmelaksanakan kewajiban dengan maksud mempengaruhi, pemahaman yang tepatmengenai kenyataan dakwah sehingga akan dapat diperoleh susunan ilmu yang bermanfaat bagi tugas pedakwah dan khalifah umat Islam.

B. Ladasan Epitimologi Ilmu Dakwah.

Pada hakikatnya gerakan dakwah islam terporos pada amar ma’ruf nahi munkar ,ma’ruf mempunyai arti segala perbuatan yang mendekatkan diri kepada Allah, sedangkan munkar yaitu perbuatan yang menjauhkan diri dari Allah. Pada tataran amar ma’ruf siapapun bisa melakukannya karena kalau hanya sekedar menyuruh kepada kebaikan itumudah dan tidak ada resiko bagi si penyuruh.
Lain halnya dengan nahi munkar, jelasmengandung konsekuensi logis dan beresiko bagi yang melakukannya, karena mencegahkemunkaran harus sinergis dengan tindakan konkrit, nyata dan dilaklukan atas dasar kesadaran yang tinggi dalam rangka menegakkan kebenaran. Oleh karena itu ia harus berhadapan secara Vis a vis dengan objek yang melakukan tindakan kemunkaran itu.
Berangkat dari penjelasan diatas, dalam mengembangkan dakwah islamselanjutnya, perlu kiranya dipertegas mengenai epistimologi dakwah secara keilmuan.Rumusan disini menyangkut yang berkenaan dengan hakikat, landasan, batas-bataskelimuannya termasuk didalamnya pengetahuan ilmiah dan persoalan ilmiah yang dapatdiuji. Yang menjadi batasan tegasmainstreem dasar dalam keilmuan dakwah disiniadalah dakwah sebagai kebenaran ilmu, karena yang dibahas kajian wilayahepistimologinya.
Oleh karena itu, maka teori pengetahuan kebenarannya adalah kebenaranilmu dan bukan kebenaran agama, kebenaran ilmu diuji sejauh mana keabsahan suatu pengetahuan itu, dan ini memerlukan pembuktian. Hal ini diperlukan karena dataranepistimologi merupakan struktur fundamentral untuk membangun dan megembangkandakwah islam yang pada akhir lebih sistematis-konstruktif dalam aplikasi terapanya. Tanpa structural fundamental yang jelas, dakwah selalu diberi pegertian konotasi dandenotasi yang baik dan fositif. Padahal perlu secara rinci mengenai apa makna literer  daridakwah itu, kalau pengertian dakwah secara asal bahasanya itu “panggilan” lalu panggilankemana ? atau untuk apa .
Penjelasan rinci tersebut tetap diperlukan, karena kalau tidak dakwah hanyamernjadi  prevelles bagu orang-orang tertentu, dan dengan gaya serta jabaran tertentu pula,misalnya pelakunya dibungkus status quo dengan sebutan da’i atau mubaligh yang serning kali masyarakat awam atau pada umumnya menempatkan apada macam tertinggi, yaknisebagai acuan dalam berfikir dab bertindak, atau bahkan sampai ditingkat ma’sum yang taken for granted  .
Secara umum, epistimologi adalah cabang filsafat yang membicarakan mengenaihakikat ilmu, ilmu sabagi proses adalah usaha pemikiran yang sistematis dan metodik untuk menemukan prinsip kebenaran yang terdapat pada suatu objek kajian ilmu. Pertanyaan mengenai apakah objek kajian ilmu itu dan seberapa jauh tingkat kebenaranyang bisa dipakai dalam kajian ilmu, kebenaran objektif, subjektif, absolut dan relatif,merupakan linkup serta medan kajian epistimologi in general.
 Secara keilmuan epistimologi mempunyai kedudukan yang sesungguhnya jauhlebih mendasar yakni menurut landasan, batas-batas dan bahkan basis keshohihan pengetahuan dari akarnya sampai dengan melewati dimensi fisiknya sebagai cabang dalamfilsafat epitimologi secara khusus membahas tentang teori ilmu pengetahuan. Istilahepistimologi berasal dari bahasda yunani, yakni episteme dan logos diartikan sebagai pengetahuan atau kebenaran, sedangkan logos diartikan sebagai pikiran, kata, teori. Dengan demikian secara etimolgi dapat diartiakan pula sebagai teori pengetahuan yanglazim dalam bahasa Indonesia disebut filsafat pengetahuan atau juga teori pengetahan.
Teori pengetahuan ini berasal dari bahasa inggris yakni theory of knowledge .Untuk menemukan bagaimana cara mendapatkan pengetahuan ilmu dakwah itu penulis mencoba menelusurinya rancang bangun filsafat, pengetahuan Islam sebagaimana pernah dipetakan tradisi keilmuan tersebut oleh Muhammad ‘Abid Al-Jabiri dalamkerjanya Bunya Al-Aql Al-Arabi (1993) dan sekaligus ini dijadikan sebagai titik tolak metodologis untuk membangun epitimologi keilmuan dakwah.
 Adapun penjelasankonkritnya sebagai berikut: 1.Melalui cara pengetahuan bayani atau lazim disebut epitimologi bayani, bayani (expianatory) secara etimologis mempunyai pengertian penjelasan, penjelasan  perenyataan ketetapan, sedangkan secara terminologis, bayani berarti pola pikir yang bersumber pada nash, ijma, dan ijtihad. Epistimolgo bayani merupakan studifilosofis terhadap struktur pengetahuan yang menempatkan teks (wahyu) sebagaikebenaran mutlak. 2.Melalui cara pengetahuan “irfani” atau lazim disebut epistimologi irfani, irfanisecara epistimologi irfani
(Gnosis) berarti  Al-Ma’rifah, Al-Ilm, Al-hikmah. Epistimologi irfani eksistensial berpangkal pada Zauq, gaih, atau intuisi yangmerupakan perluasan dari pandangan illuminasi, dan yang berakar pada  tradisiHemes. 3.Melalui pengetahuan burhani, atau lazim disebut epistimologi burhani. Burhani(demontraty) secara bahasa berarti argumentasi yang jelas, sedangkan menurutistilah (logika) berarti aktivitas intelektual untuk menetapkan kebenaran proposisidengan metode deduktif, yakni dengan cara mengaitkan proposisi lainnya yang bersifat aksiomotik atau setiap aktivitas intelektual untuk menetapkan kebenaransuatu proposisi. Ketiga bentuk epistimolgi (islam) tersebut diatas merupakan bagian teori pengetahuan dalam aplikasi terapannya ditengah pergerumulan kajian keislaman dewasaini, termamsuk didalamnya ilmu dakwah. Oleh karena itu ketiga bentuk epistimologi diatasdalam hubungannya dengan dakwah (islam), pemikirannya dijelaskan secara konkrit dalamrangka menemukan dan merumuskan epistimologi dakwah secara keilmuan konseptual. Langkah awal penulis lakukan disini adalah mencoba merumuskan bagian-bagian runtutansecara teoritik dan kemudian dan dijabarkan dalam bentuk aplikasi dan keilmuan dakwah(islam). Adapun urutan teoritik sebagai berikut:
1.    Sumber-sumber ilmu dakwah, yakni meliputi nash/teks (otoritas suci), Al-Khobar dan Al-Ijma (otoritas salaf), kemudian teoritas termasuk didalamnya alam, social,han humanitas (dalam bentuk keislaman dikenal dengan tuhan(theosentris).Manusia (antroposentris) dan alam(kosmosentris).

2.Metode dan proses-proses atau prosedur keilmuan dakwah,yakni ijtihadiyah,istinbathiyah, qiyas, dan abtraksi.
3.pendekatan (approach) keilmuan dakwah, yakni bahasa (lughawiyah) Filosifis, psikologi, sosiologi, antropologi, etik, estetik, dan hal-hal yang terkait eratdengan scientifik atau ilmu bantu sejauh dibenarkan secara etik akademik.
4.Kerangka teoritik ilmu dakwah, yakni pola pikir deduktif yangberpangkal padateks/nash, pola pikir induktif berdasarkan pengalaman dan kenyataan realitas,qiyas, dan premis logika dan silogisme
5.Fungsi dan peran akal dalam ilmu dakwah yakni akal difungsikan sebagai pengekang hawa nafsu ataupengatur hawa nafsu dan juga sebagai alat pengukuhkan kebenaran atas kebenaran mutlak.
6.Tipe argumentasi ilmu dakwah, yakni apologetik, dialektika (jadaly)
, dogmatic, danekspiorasi-verifikatif.
7. Tolak ukur validitas keilmuan dakwah, yakni adapendekatan dan relasi kuasa antarakontek sebagai relaitas, dan korespondensi yang berdasarkan data dan fakta darikenyataan-kenyataannya.
8.Prinsip-prinsip dasar ilmu dakwah,yakni ontology deduktif dan induktif, qiyas dan prinsip kausalitas.
9.Kelompok ilmu-ilmu bantu dalam keilmuan dakwah, yakni filosofis, psikologi,antropologi, sosiolgi, sejarah peradaban kontemporer, ilmu komnukasi dan hal-halyang berkaitan dengan prinsip-prinsip komunikasi pada umunya.
10. Hubungan subjek dan objek ilmu dakwah yakni ada keterkaitan secara objektif dansubjektif.Secara epistimologi menurut Syukriadi Sambas, ilmu dakwah melibatkan kajian-kajin yangmenyangkut:
   1.kajian ontologis, keilmuan dakwah (mengungkap hakikat). 2.kajian secara epistimologimenyangkut:
 a.Jeniskegiatandakwah fenomena keilmuan dakwah (1) kegiatan tablighislami (komunakikasi penyiaran islam, bimbingan penyuluhan islam, pengembangan masyaraka tislam).
 
 b.Dakwah sebagai fenomena keilmuan (mengungkappara pakar yangmengkaji dakwah).
c.Sejarah pemikiran dakwah.d.Objekn kajian ilmu dakwah (1) objek material: semua aspek ajaran-ajaranislam yang bersumber pada Al-quran dan sunnah, serta produk ijtihad (2)objek formula mengkaji salah satu objek material, yakni kegiatan dakwahitu sendiri.

C. Landasan Aksilogi Ilmu Dakwah.

Menurut Sambas, aksiologi ilmu dakwah adalah:
a.Mentransformasikan dan menjadi manhaj (kaifiyah) mewujudkan ajaran islammenjadi tatanan Khoirul-Ummah. 
b.Mentransformasikan iman menjadi amal sholeh jamaah.
c.Membangun dan mengembalikan tujaun hidup manusia, meneguhkan fungsikhilafah manusia menurut Al-quran dan sunnah, oleh krena itu, ilmu dakwahdapat dipandang sebagai perjuangan bagi ummat islam dan ilmu rekayasa masadepan umat dan peradaban islam.
Dalam dimensi aksiologis dakwah ada tiga hal yang harus dicermati dan ketiganyaakan mengandung konsekuensi yang berbeda:
1.Perlu dijernihkan terlebih dahulu pemahaman dakwah sebagai ilmu pengetahuanatau sebagai objek kajian atau bahkan sebuah ktivitas konkrit. Sebagai ilmu, criteriakeilmuan seperti struktur yang jelas, sistematika, metodologi serta alur pikir yang
“maton” terargumentasikan. Sebagai objek kajian harus jelas pula sudut tinjauanmaupun disipilin keilmuan yang dapat dijadikan alat pendekatan. Sebagai praktik yang harus dimiliki persyaratan tertentu dalam pelaksanaannya.
2. Kesadaran akan pluralitas sebagai keniscayaan, yang meliputi:a.Perbedaan kebudayaan antara wilayah tertentu dengan yang lain, kurun waktutertentu dan kurun waktu yang lain. Kondisi sosial-ekonomi tertentu dan kondisiyang lain. Histories tertentu dan histories yang lain. b.Di dalam umat terjadi perbedaan yang melahirkan komunitas Islam yang“bersaing”. Sunni, Syi’I dan Khariji yang masing-masing mengklaim monopolikebenaran. Yang terpenting dalam pendekatan dakwah adalah dilakukan dialogterus menerus dengan menjernihkan mana masalah yang bersifat substansial.

Sehingga dakwah berarti mencegah terjadinya perselesihan besar di kalanganumat atau al-fitnah al-kubra.c.Adanya realitas bahwa diluar Islam ada komunitas lain seperti ahli kitab, orangmusyrik dan orang kafir. Yang dapat dilindungi (Dzimmi) atau diperangitergantung kondisi yang ada.3.Dakwah sebagai panggilan, ajakan dan komunikasi harus merupakan dialog bukan monolog. Keterbukaan mejadi syarat mutlak, kesediaan untuk selaludiuji dan beradu argumen adalah syarat aksiologis yang harus ada dalamsetiap upaya menyampaikan nilai kebenaran. Tidak terbatas hanya pada pengertian dakwah sebagai praktik, objek kajian atau lebih sebagai ilmu pengetahuan

DAFTAR PUSTAKA

Andi Dermawan, dkk. (ed).“metodologi ilmu dakwah”. Yogyakarta. Kurnia Kalam    Semesta. 2002.2

.Agus Ahmad Safei“memimpin hati yang selesai”.Bandung: Pustaka setia. 2003.
Syamsuddin RS.“ilmu dakwah  islam”. Bandung.
Mustansyir, Rizai dan Munin, Misnal.“filsafat ilmu” Pustaka pelajar. Yogyakarta:2001.

Jujun Suriasumantri,“ilmu dalam perspektif moral dan politik”.

Jakarta: Gramedia. 1986.6.Wihardjo, Like, ilmu:Antara sikap dan pengetahuan.
Prisma No 3 tahun XVI maret 1987.

Achmad Charris Zubair,“ladasan aksiologi ilmu”.Dalam makalah intership Dosen-dosen filsafat ilmu pengetahuan se-Indonesia di Yogyakarta,  21 September s/d 5 Oktober 1997.

Irma Fatimah (ed), Filsafat Islam: kajian ontologis, epistimologis, aksiologis, histories, persfektif. Lesfi. Yogyakarta. 1992

No comments:

Post a Comment