Islam sebagai al-Din Allah1 merupakan
suatu pedoman hidup umat, sekaligus sebagai acuan dan kerangka tata nilai
kehidupan. Oleh karena itu, ketika komunitas muslim berfungsi sebagai sebuah
komunitas yang ditegakkan di atas sendi-sendi moral iman, Islam dan ketakwaan,
maka merupakan suatu komunitas yang tidak bersifat eksklusif dan bertindak
sebagai al-umma al-wasatan2 sebagai teladan di tengah arus kehidupan yang serba
kompleks, penuh dengan dinamika perubahan, dan penuh dengan tantangan.
Masuknya berbagai ajaran atau
pemahaman yang tidak relevan dengan nilai-nilai agama, membuat agama
seolah-olah tidak berdaya bahkan yang lebih parah lagi ketika
agama tidak lagi
dijadikan sebagai pedoman hidup dalam berbagai bidang. Hal ini mungkin juga
menerpa umat Islam bila agama tidak lagi berfungsi secara efektif dalam
kehidupan yang kolektif. Tentu saja keadaan seperti ini dapat berpengaruh
apabila pemeluk agama gagal untuk memberikan suatu peradaban alternatif yang
benar yang dituntut oleh setiap perubahan sosial yang terjadi.
Di sisi lain, kehidupan umat manusia
sedikit banyak telah dipengaruhi oleh gerakan modernisme yang terkadang membawa
kepada nilai-nilai baru dan tentunya tidak sejalan dengan nilai-nilai Islam.
Tidak heran bila dalam perkembangnnya modernisme memberikan tempat dan penghargaan
yang terlalu tinggi terhadap materi. Implikasinya adalah kekuatan iman yang
selama ini mereka miliki semakin mengalami degradasi. Puncaknya adalah sebagian
umat Islam sekarang ini semakin terjerat oleh kehampaan spiritual.
Melihat fenomena yang terjadi, umat
Islam dilanda keprihatinan yang dapat merusak moral keimanan sehingga
diperlukan suatu solusi terbaik yang dikehendaki oleh Islam yaitu melaksanakan dakwah
secara efektif dan efisien serta berkesinambungan. Islam adalah agama dakwah3 artinya agama yang
selalu mendorong pemeluknya untuk senantiasa aktif melakukan kegiatan dakwah.
Bahkan maju mundurnya umat Islam sangat bergantung dan berkaitan erat dengan
kegiatan dakwah yang dilakukannya,4 karena itu al-Quran menyebut kegiatan
dakwah dengan perkataan Ahsanul Qaula. Dengan kata lain dakwah menempati posisi
yang tinggi dan mulia dalam kemajuan agama Islam.
Kita dapat membayangkan apabila
kegiatan dakwah mengalami kelumpuhan
yang disebabkan oleh berbagai factor terlebih sekarang ini di era globalisasi,
di mana berbagai informasi masuk secara
cepat instan yang tidak dapat dibendung lagi. Kita sebagai umat Islam harusd
dapat memilih dan menyaring informasi tersebut sehingga tidak bertentangan dengan
nilai-nilai Islam. Karena merupakan suatu kebenaran, maka Islam harus tersebar
luas dan penyampaian kebenaran tersebut merupakan tanggung jawab umat Islam
secara keseluruhan, sesuai dengan missinya sebagai agama Rahmatan Lil Alamin
yang harus ditampilkan dengan wajah yang menarik supaya umat lain beranggapan
dan mempunyai pandangan bahwa kehadiran Islam bukan sebagai ancaman bagi eksistensi
mereka melainkan pembawa kedamaian dan ketentraman dalam kehidupan mereka
sekaligus sebagai pengantar menuju kebahagiaan kehidupan dunia dan akhirat.
Implikasi dari pernyataan Islam
sebagai agama dakwah menuntut umatnya agar selalu menyampaikan dan menyerukan
dakwah, karena kegiatan ini merupakan aktivitas yang tidak akan pernah selesai
selama kehidupan dunia masih berlangsung dan akan terus melekat dalam berbagai
situasi dan kondisi. Di samping itu yang harus disadari adalah bahwa dakwah
Islam merupakan tugas suci yang dibebankan kepada setiap muslim di mana dan kapan pun ia berada
sebagaimana termaktub dalam al-Quran dan As-Sunnah. Dakwah Islam salah satunya
bertujuan untuk memancing dan mengharapkan potensi fitri manusia agar eksistensi
mereka mempunyai makna di hadapan Tuhan dan sejarah kehidupan.
Yang perlu harus diingat lagi bahwa
tugas dakwah adalah tugas umat secara keseluruhan bukan hanya tugas kelompok
tertentu umat Islam.5 Oleh karena itu, agar dakwah dapat mencapai
sasaran-sasaran strategis jangka panjang, maka tentunya diperlukan suatu system
manajerial komunikasi baik dalam penataan perkataan maupun perbuatan yang dalam
banyak hal sangat relevan dan terkait dengan nilai- nilai keislaman.
Dengan adanya kondisi seperti itu,
maka para da’i dituntut mepunyai pemahaman yang mendalam bukan saja menganggap
bahwa dakwah dalam frame amar makruf nahi munkar hanya sekedar menyampaikan
saja melainkan harus memenuhi beberapa syarat agar kegiatan dakwah terlaksana secara
efektif dan tepat sasaran. Di antara persyaratan yang dipahami oleh para da’i
yaitu mencari materi yang cocok, mengetahui psikologis objek dakwah secara
tepat, memilih metode yang representative, menggunakan bahasa yang bijaksana
dan sebagainya. Dan dari semua aspek di atas, yang akan di bahas ini adalah
tentang metode dakwahnya.
Arti Metode Dakwah
Dari segi bahasa metode berasal dari
dua perkataan yaitu meta (melalui) dan hodos
(jalan, cara).6 Dengan demikian metode
dapat diartikan sebagai cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Sumber
lain menyebutkan bahwa metode berasal dari bahasa Jerman yaitu methodica artinya
ajaran tentang metode. Dalam bahasa Yunani metode berasal dari kata methodos
artinya jalan, dalam bahasa Arab disebut dengan thariq.7 Dari beberapa pengertian
di atas, dapat disimpulkan bahwa yang disebut dengan metode adalah cara yang
telah diatur dengan melalui proses pemikiran untuk mencapai maksud tertentu.
Sedangkan arti dakwah menurut
pendapat beberapa pakar ilmuwan adalah di antaranya sebagai berikut:
1. Pendapat Bakhial
Khauli; yang disebut dengan dakwah adalah satu proses menghidupkan
peraturan-peraturan Islam dengan maksud memindahkan umat dari satu keadaan
kepada keadaan lain.8
2. Pendapat Syekh Ali
Mahfudz; dakwah adalah mengajak manusia untuk mengerjakan kebaikan dan
mengikuti petunjuk, menyuruh mereka berbuat baik dan melarang mereka dari
perbuatan jelek agar mereka mendapat kebahagiaan di dunia dan akhirat.9
Pendapat ini juga senada dengan apa
yang telah dikemukakan oleh Al- Ghazali10 bahwa amar makruf nahi munkar adalah
inti gerakan dakwah dan penggerak dalam dinamika masyarakat Islam.
Dari pengertian di atas, dapat
diambil pengertian bahwa yang disebut dengan metode dakwah adalah cara-cara tertentu
yang dilakukan oleh seorang da’i (komunikator) kepada mad’u untuk mencapai suatu
tujuan atas dasar hikmah dan kasih sayang.11 Hal ini mengandung arti bahwa pendekatan
dakwah harus bertumpu pada suatu pandangan human oriented yang menempatkan
penghargaan yang mulia atas diri manusia.
Bentuk-Bentuk Metode Dakwah
äí÷$#
4n<Î)
È@Î6y
y7În/u
ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/
ÏpsàÏãöqyJø9$#ur
ÏpuZ|¡ptø:$#
(
Oßgø9Ï»y_ur
ÓÉL©9$$Î/
}Ïd
ß`|¡ômr&
4
¨bÎ)
y7/u
uqèd
ÞOn=ôãr&
`yJÎ/
¨@|Ê
`tã
¾Ï&Î#Î6y
(
uqèdur
ÞOn=ôãr&
tûïÏtGôgßJø9$$Î/
ÇÊËÎÈ
d
ÞOn=ôãr&
`yJÎ/
¨@|Ê
`tã
¾Ï&Î#Î6y
(
uqèdur
ÞOn=ôãr&
tûïÏtGôgßJø9$$Î/
ÇÊËÎÈ
Serulah manusia kepada jalan Tuhanmu
dengan cara hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang
baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat di jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk. (QS. An-Nahl: 125)
Petikan ayat di atas menunjukkan bahwa metode dakwah itu
meliputi tiga cakupan, yaitu:
1. Al-Hikmah
Kata hikmah dalam al-Quran disebutkan
sebanyak 20 kali baik dalam bentuk nakiroh maupun ma’rifat. Bentuk masdarnya
adalah hukman yang dapat diartikan secara makna aslinya adalah mencegah. Jika
dikaitkan dengan hukum berarti mencgah dari kedzaliman. Dan jika dikaitkan
dengan dakwah maka berarti menghindari hal- hal yang kurang relevan dalam
melaksanakan tugas dakwah. Menurut al-Ashma’I, asal mula didirikan hukumah (pemerintahan)
ialah untuk mencegah manusia dari perbuatan zalim.
Maka digunakan istilah hikmatul lijam
karena kata lijam adalah (cambuk atau kekang kuda), yang digunakan untuk
mencegah tindakan hewan.12 Al-Hikmah berarti tali kekang pada binatang sebagaimana
dijelaskan dalam kitab Misbahul Munir. Diartikan demikian karena tali kekang
itu membuat penunggang kudanya dapat mengendalikan kudanya dan mengaturnya
dengan baik baik ketika diperintahkan untuk lari atau berhenti.
Dari kiasan ini maka orang yang memiliki
hikmah berarti orang yang mempunyai kendali diri yang dapat mencegah diri dari
hal-hal yang kurang bernilai atau menurut Ahmad bin Munir al-Muqri al- Fayumi
berarti dapat mencegah dari perbuatan yang hina.13
M. Abduh perpendapat bahwa hikmah
adalah mengetahui rahasia dan faedah di dalam tiap-tiap hal. Hikmah juga
digunakan dalam arti ucapan yang sedikit lapaz tetapi banyak makna atau dapat diartikan
meletakkan sesuatu pada tempat atau semestinya.14 Orang yang memiliki hikmah
disebut al-hakim yaitu orang yang memiliki pengetahuan yang paling utama dari
segala sesuatu. Kata hikmah juga sering dikaitkan dengan filsafat karena
filsafat juga mencari pengetahuan hakikat segala sesuatu. Sebagai metode
dakwah, al-himah diartikan bijaksana, akal budi yang mulia, dada yang lapang,
hati yang bersih, menarik perhatian orang kepada agama atau Tuhan.
Menurut Imam Abdullah bin Ahmad Mahmud an- Nasafi,
arti hikmah yaitu:
Artinya: Dakwah bil hikmah adalah
dakwah dengan menggunakan perkataan yang benar dan pasti, yaitu dalil yang
menjelaskan kebenaran dan menghilangkan
keraguan.15
Menurut al-Kasysyaf-nya Syekh
Zamakhsyari, al- hikmah adalah perkataan yang pasti benar. Ia adalah dalil yang
menjelaskan kebenaran dan menghilangkan keraguan atau kasmaran. Selanjutnya
Syekh Zamakhsyari mengatakan hikmah juga diartikan sebagai al-Quran yakni ajaklah
mereka (manusia) mengikuti kitab yang memuat hikmah.
Dari pengertian diatas, dapat
dipahami bahwa al- hikmah adalah merupakan kemampuan da’I dalam memilih dan
menyelaraskan teknik dakwah dengan kondisi objektif mad’u. di samping itu juga,
al-hikmah merupakan kemampuan da’I dalam menjelaskan doktrin- doktrin Islam
serta realitas yang ada dengan argumentasi logis dan bahasa yang komunikatif.
Oleh karena itu, al- hikmah adalah sebagai sebuah system yang menyatukan antara
kemampuan teoritis dan praktis dalam dakwah.
Dalam dunia dakwah, hikmah adalah
salah satu penentu sukses tidaknya kegiatan dakwah. Dalam menghadapi mad’u yang
beragam tingkat pendidikanm strata social dan latar belakang budaya, para da’I memerlukan
hikmah sehingga materi dakwah yang disampaikan mampu masuk ke ruang hati para
mad’u dengan tepat. Oleh karena itu para da’I dituntut untuk mampu mengerti dan
memahami sekaligus memanfaatkan latar belakangnya, sehingga ide-ide yang
diterima dapat dirasakan sebagai sesuatu yang menyentuh dan menyejukkan
kalbunya. Di samping itu, da’I juga akan berhadapan dengan realitas perbedaan
agama dalam masyarakat yang heterogen.
Kemampuan da’I untuk bersifat
objektif terhadap umat lain, berbuat baik dan bekerja sama dalam hal-hal yang
dibenarkan agama tanpa mengorbankan keyakinan yang ada pada dirinya adalah bagian
dari hikmah dalam dakwah. Da’i yang sukses biasanya berangkat dari kepiawaannya
dalam memilih kata. Pemilihan kata adalah hikmah yang sangat diperlukan dalam dakwah.
Da’I tidak boleh hanya sekedar
menyampaikan ajaran agama tanpa mengamalkannya. Seharusnya da’I adalah orang
yang pertama yang mengamalkan apa yang diucapkannya. Kemampuan da’I untuk
mrnjadi contoh nyata umatnya dalam bertindak adalah hikmah yang seharusnya
tidak boleh ditinggalkan oleh seorang da’i. dengan amalan nyata yang bisa
langsung dilihat oleh masyarakatnya, para da’I
tidak terlalu sulit untuk harus berbicara banyak, tetapi gerak dia
adalah dakwah yang jauh lebih efektif dari sekedar berbicara.
Hikmah merupakan suatu term
karakteristik metode dakwah sebagaimana termaktub dalam QS. An- Nahl ayat 125.
Ayat teersebut mengisyaratkan pentingnya hikmah untuk menjadi sifat dari metode
dakwah dan betapa pentingnys dakwah mengikuti langkah-langkah yang mengandung
hikmah. Ayat tersebut seolah-olah menunjukkan metode dakwah praktis kepada para
da’I yang mengandung arti mengajak manusia kepada jalan yang benar dan mengajak
manusia untuk menerima dan mengikuti petunjuk agama dan akidah yang benar. Ayat
tersebut juga mengisyaratkan bahwa mengajak manusia kepada hakikat yang murni
dan apa adanya tidak mungkin dilakukan tanpa melalui pendahuluan atau tanpa mempertimbangkan
iklim dan medan kerja yang sedang dihadapi.
Dengan demikian jika hikmah dikaitkan
dengan dunia dakwah, maka ia merupakan peringatan kepada para da’I untuk tidak
menggunakan satu bentuk metode saja. Sebaliknya, mereka harus menggunkan
berbagai macam metode sesuai dengan realitas yang dihadapi dan sikap masyarakat
terhadap Islam. Sebab sudah jelas, dakwah tidak akan berhasil jika metode
dakwahnya monoton. Ada sekelompok orang yang hanya memerlukan iklim dakwah yang
penuh gairah dan berapi-api, sementara kelompok yang lain memerlukan iklim
dakwah yang sejuk.
Hikmah merupakan pokok awal yang
harus dimiliki oleh seorang da’I dalam berdakwah. Karena dari hikmah ini akan
lahir kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam menerapkan langkah-langkah dakwah baik
secara metodologis maupun praktis.
Kesimpulannya
hikmah bukan hanya sebuah pendekatan
satu metode, akan tetapi kumpulan beberapa pendekatan dalam sebuah metode. Dalam dunia dakwah: hikmah bukan hanya
berarti “mengenal strata mad’u” akan tetapi juga “Bila harus bicara, bila harus
diam”. Hikmah bukan hanya “mencari titik temu” tetapi juga “toleran yang tanpa
kehilangan sibghah”. Hikmah bukan hanya dalam kontek “memilih kata yang tepat”
tetapi juga “cara berpisah”. Dan akhirnya hikmah adalah uswatun hasanah serta lisanul
hal. 2.
Al-Mau’idzatil Hasanah
Term mau’idzah hasanah dalam perspektif dakwah sangat
popular, bahkan dalam acara-acara seremonial keagamaan seperti mauled Nabi dan
Isra Mi’raj. Istilah mau’idzah hasanah mendapat porsi khusus dengan arti “acara
yang ditunggu-tunggu” yang merupakan inti acara dan biasanya menjadi salah satu
target keberhasilan suatu acara. Namun demikian agar tidak menjadi salah paham,
maka di sini akan dijelaskan pengertian mau’idzah hasanah. Secara bahasa
mau’idzah hasanah terdiri dari dua kata yaitu mau’idzah dan hasanah. Kata
mau’idzah berasal dari bahasa Arab yaitu wa’adza – ya’idzu – wa’dzan yang
berarti nasihat, bimbingan, pendidikan dan peringatan.16
Adapun secara terminology, ada beberapa pengertian di
antaranya:
1. Menurut Imam
Abdullah bin Ahmad an-Nasafi yang dikutip oleh Hasanuddin adalah sebagai
berikut:
Al-Mau’idzatil hasanah adalah
perkataan-perkataan yang tidak tersembunyi bagi mereka, bahwa engkau memberikan
nasihat dan menghendaki manfaat kepada mereka atau dengan al-Quran.17
2. Menurut Abdul Hamid
Al-Bilali; mau’idzatil hasanah merupakan salah satu metode dalam dakwah untuk mengajak
ke jalan Allah dengan cara memberikan nasihat atau membimbing dengan lemah
lembut agar mereka mau berbuat baik.18
Dari beberapa definisi di atas,
mau’idzah hasanah mengandung beberapa pengertian, di antaranya:
a. Nasihat atau petuah
b. Bimbingan dan pengajaran
(pendidikan)
c. Kisah-kisah
d. Kabar gembira dan peringatan
e. Wasiat (pesan-pesan positif)
Dari beberapa pengertian di atas,
istilah mau’idzah hasanah akan mengandung arti kata-kata yang masuk ke dalam
kalbu dengan penuh kasih sayang dan ke dalam perasaan dengan penuh kelembutan,
tidak membongkar atau membeberkan kesalahan orang lain sebab kelemah-lembutan dalam
menasihati seringkali dapat meluluhkan hati yang keras dan menjinakkan kalbu
yang liar, ia lebih mudah melahirkan kebaikan daripada larangan dan ancaman.
3. Al-Mujadalah Bil Lati Hiya Ahsan
Dari segi etimology lapadz mujadalah
diambil dari kata jadala yang artinya memintal, melilit. Apabila ditambahkan alif
pada huruf jim yang mengikuti wazan faala menjadi jaadala dapat bermakna
berdebat. Berarti arti mujadalah mempunyai pengertian perdebatan.19 Kata jadala
dapat bermakna menarik tali dan mengikatnya guna menguatkan sesuatu. Orang yang
berdebat bagaikan menarik dengan ucapan untuk menyakinkan lawannya dengan
menguatkan pendapatnya melalui argumentasi yang disampaikan.20 Dari segi
istilah terdapat beberapa pengertian al- mujadalah (al-hiwar).
Al-mujadalah berarti upaya tukar pendapat
yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis tanpa adanya suasana yang
mengharuskan lahirnya permusuhan di antara keduanya.21 Sedangkan menurut Sayyid
Muhammad Thantawi adalah suatu upaya bertujuan untuk mengalahkan pendapat lawan
dengan cara menyajikan argumentasi dan bukti yang kuat.22
Menurut tafsir An-Nasafi, kata
mujadalah mengandung arti berbantahan dengan jalan sebaik-baiknya antara lain
dengan perkataan yang lunak, lemah lembut, tidak dengan ucapan yang kasar atau
dengan mempergunakan sesuatu (perkataan) yang bisa menyadarkan hati, membangunkan
jiwa dan menerangi akal pikiran.
Dari pengertian-pengertian di atas,
dapat disimpulkan bahwa yang disebut dengan mujadalah adalah merupakan tukar
pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis, yang tidak melahirkan
permusuhan dengan tujuan agar lawan menerima pendapat yang diajukan dengan memberikan
argumentasi dan bukti yang kuat.
Daftar Pustaka
Abdul Hamid Al-Bilai, Fiqh
al-Dakwah Fi Ingkar al-Mungkar, (Kuwait: Dar Al-Dakwah), 1989
Abu Hayyan, Al-Bahrul Muhith, Jilid I Ahmad Syafi’I Ma’arif, Islam
dan Politik; Upaya membingkai peradaban, (Jakarta: Pustaka Dinamika), 1999
Ahmad Warson
al-Munawwir, Al-Munawwir, (Jakarta: Pustaka Progresif), Cet XIV, 1997
Didin Hafiduddin, Dakwah Aktual, (Jakarta: Gema Insani
Press), Cet III, 1998
Ghazali Darussalam, Dinamika
Ilmu Dakwah Islamiyah, (Malaysia: Nur Niaga SDN. BHD), Cet I, 1996
Abdul Kadir Sayyid Abdul Rauf, Dirasah fi ad-Dakwah al- Islamiyah,
(Kairo: Dar El-Tiba’ah Al-Mahmadiyah, Cet I, 1987
Hasanuddin, Hukum Dakwah, (Jakarta: Pedoman Ilmu
Jaya), Cet I, 1996
Lois Ma’luf, Munjid Fi al-Lughah wa A’lam, (Beirut:
Dar el-Fikr), 1986
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi
Aksara), Cet I, 1991
M. Masyhur Amin, Dakwah Islam dan Pesan Moral,
(Jakarta: Al- Amin Press), Cet.I, 1997
Quraisy Shihab, Tafsir al-Misbah, (Jakarta: Lentera
Hati), Cet I, 2000
Sayyid Muhammad Thanthawi, Adab al-Khiwar Fil Islam,
(Kairo: Dar El-Nahdhah), diterjemahkan oleh Zuhaeri Misrawi dan Zamroni Kamal, Etika
Berdebat dalam Islam, (Jakarta: Azan), Cet I, 2001, lih. Pada kata
pengantar.
Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, (Jakarta: Media
Pratama), Cet I, 1997
World Assembly of Muslim Youth (WAMY), Fi Ushulil Hiwar,(Kairo:
Maktabah Wahbah), diterjemahkan oleh Abdus Salam dan Muhil Dhafir dengan judul
Etika Diskusi,(Jakarta: Era Inter Media), Cet II, 2001
UuligYtrac_ha_Ventura Joshua Martin https://www.ansigtsyoga.info/profile/eiddwenagermaina/profile
ReplyDeletegraninmasic