Wednesday 17 July 2013

KECERDASAN DALAM DAKWAH DAN ERA NYATA





Iklan “dakwah” yang menggelitik, di sebuah surat kabar terpampang antara lain: pelatihan shalat khusyuk, pelatihan tasawuf, pelatihan manajemen qolbu dan sejenisnya. Sentuhan dan kemasan ilmu dan art (untuk tidak menyebut intertainment) yang mengitari substansi dakwah yang akan disampaikan, menyebabkan para peminat harus mengeluarkan sejumlah dana agar dapat mengikuti “pengajian” tersebut.>>>

Ilmunya berasal dari wahyu, hadits, hingga kitab-kitab klasik yang disusun oleh cendekiawan muslim abad pertengahan. Art-nya diramu dari berbagai kecenderungan dunia yang umumnya mengarah pada penggunaan teknologi informasi dan nuansa hiburan (intertainment). Apa pun materinya, asal disampaikan secara menarik dan menghibur pasti disukai oleh audiens.
Kalau mau  jujur, para dai yang mengembangkan model pengajian dengan judul pelatihan itu, tidak pernah bersusah payah  membangun  teori tentang manajemen hati, shalat khusyuk atau tasawauf.
Sebagian besar konsep dan basis teoritik pelatihannya “bajakan” dari Alquran, hadis, atau pemikiran tokoh sekelas al-Ghazali misalnya. Dalam bayangan  saya, al-Ghazali misalnya, tentulah akan menerima royalti yang tak terhitung jumlahnya, baik royalti amal saleh maupun royalty uang, dari para dai yang telah menjual teorinya tanpa izin.
Menurut ulama zaman dulu, satu-satunya dakwah yang diperkenankan (maaf) meminta bayaran adalah mengajar baca-tulis Alquran. Guru ngaji atau siapa saja yang telah mengenalkan huruf alif ba’ kepada kita, merekalah yang paling berhak dihargai sebagaimana mestinya. Ironisnya, tidak sedikit dai-dai yang kurang teteh baca Alquran tetapi dihargai layaknya pemain sinetron, hanya karena mereka lebih cerdas dalam hal acting dan strategi marketing.
Hari ini memang eranya budaya pop. Yang dibutuhkan juga dai yang nge- pop. Hal yang paling dekat dengan dunia pop adalah hiburan. Hiburan yang dikemas dengan agama sekalipun tetaplah hiburan, lebih mementingkan luarnya ketimbang isinya.
Banyak jamaah yang berduyun-duyun mendatangi pengajian, semata-mata bukan karena track record dainya yang dikenal luas ilmu agamanya, tapi tidak sedikit yang penasaran karena seringnya dai tersebut tampil di TV. Ada juga yang penasarannya betapa indahnya bisa menangis di bawah sorotan lampu kamera.

No comments:

Post a Comment